Mengingat sepeda yang akan berjalan di tol tersebut bukan permanen sehingga tidak mungkin dibuatkan pembatas beton sepanjang 16 km untuk pembatas keselamatan jalur sepeda. Belum lagi ruas tol tersebut setiap hari (tanpa kecuali hari Minggu) dilewati truk-truk besar yang tentunya berjalan di jalur tol sebelah kiri.
"Apakah jalur sepeda dan jalur kendaraan besar akan dijadikan satu di sebelah kiri jalan tol, hal ini sangat jelas tidak mungkin. Jalan tol harus kembali ke khitahnya sebagai jalan bebas hambatan dan cepat sampai tujuan," tuturnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, Deddy menyimpulkan, skenario apapun, nampaknya secara teknis moda sepeda tetap sulit dilaksanakan melintasi jalan tol ruas Cawang- Tanjung Priok.
Belum lagi dihitung dari sisi kerugian rupiah yang mungkin diterima penyedia jasa jalan tol dan kerugian (waktu dan dana) bagi pengguna jalan tol bila jalan tol ditutup antara pukul 6.00- 9.00 (selama 3 jam).
"Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa jalan reguler antara Cawang sampai Priok di bawah ruas tol layang tersebut tidak dipakai oleh sepeda, yang seharusnya sudah ada jalur khusus sepeda di setiap jalan umum di DKI Jakarta," imbuhnya.
"Hanya sepeda motor roda dua yang diizinkan berjalan di jalan tol. Ada perubahan aturannya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2005 Pasal 38 pada ayat (1)," tambahnya.
Oleh karena itu, kalau sepeda masuk tol dan dibuat regulasi khusus soal izin tersebut, konsekuensi logisnya, maka sepeda motor pun diizinkan pula berjalan di jalan tol.
"Sebenarnya sah-sah saja bila sepeda dibuatkan regulasi ( kekuatan hukum tetap) berjalan di tol namun tentunya harus dibarengi dengan pembangunan infrastruktur terpisah (permanen) antara kendaraan bermotor dan kendaraan non-motor (sepeda) untuk keselamatan pesepeda. Masalahnya apakah ada investor yang mau menarik tarif bagi pesepeda atau pesepedanya mau bayar tol? Karena jalan tol adalah private sector bukan pendanaan dari APBN," pungkasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Pengamat Transportasi Universitas Soegijapranata, Djoko Setijowarno. Secara hukum jelas, jalan tol dibangun dan dirancang khusus untuk kendaraan roda 4 ke atas.
"Aturan dalam UU Jalan, sudah mengatur hakekat penggunaan jalan tol untuk apa. Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol," kata Djoko kepada detikcom.
Faktor keselamatan pun penting menjadi perhatian utama. Mengingat, kendaraan lewat jalan tol minimal kecepatannya 60 km per jam.
"Jalan layang tol Casablanca saja dilarang motor lewat, karena khawatir terpaan angin samping," tambahnya.
Djoko menyarankan, sebaiknya pemerintah fokus membenahi jalur sepeda di luar jalan tol terlebih dahulu sebelum terburu-buru mengusulkan kebijakan baru.
"Sebaiknya di jalur sepeda di jalan non tol dibenahi, diberi pembatas fisik agar keselamatan pesepeda terjamin," pungkasnya.
Simak Video "Video Taman Semanggi Dirusak Pemotor, Petugas: Bikin Repot-Pasti Ditegur"
[Gambas:Video 20detik]
(zlf/zlf)