Tarik-ulur Rencana Penghapusan BBM Premium

Tarik-ulur Rencana Penghapusan BBM Premium

Trio Hamdani - detikFinance
Minggu, 15 Nov 2020 13:37 WIB
Warga membeli bbm subsidi jenis premium di SPBU Pertamina, Otista, Jakarta Timur, Jumat (15/11/2019). Pertamina berharap penyaluran BBM Bersubsidi tepat sasaran. Sebab yang terjadi di lapangan hingga kini BBM Bersubsidi masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang secara ekonomi tergolong mampu.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Pemerintah dinilai tarik-ulur untuk mengimplementasikan rencana menghilangkan BBM Premium di Indonesia. Baru-baru ini muncul lagi wacana penghapusan Premium di Jawa, Madura dan Bali (Jamali) mulai Januari 2021.

Menurut pakar energi, seharusnya Premium sudah dihapuskan sejak 2018 jika mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No. P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O.

"2018 sebenarnya (Premium/bahan bakar RON 91 ke bawah) sudah dihapuskan di Jamali," kata Direktur Eksekutif EnergyWatch Mamit Setiawan saat dihubungi detikcom, Minggu (15/11/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun kemudian pemerintah, kata dia berubah pikiran agar Premium tidak dihapuskan dulu di Jamali. Ada beberapa faktor menurutnya kenapa pemerintah memutuskan menunda penghapusan Premium.

"Pak (Presiden) Jokowi minta supaya Jamali tetap diedarkan Premium. Jadi saya kira lebih banyak kepada faktor politisnya yang memang yang banyak mempengaruhi, sehingga program ini belum berjalan. Selain itu juga karena memang masyarakat kita Saya kira juga masalah harga (BBM RON 92 ke atas) ya," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa juga menjelaskan seharusnya berdasarkan aturan KLHK, sejak Oktober 2018, BBM yang beredar sudah harus berstandar euro 4, artinya Premium sudah tidak dipakai.

"Jadi kalau kita lihat kan aturannya standar emisi euro 4 itu mulai berlaku 10 Oktober 2018. Tapi kemudian mundur," sebutnya.

Dia pun heran kenapa aturan tersebut sulit untuk diimplementasikan. Padahal rencananya sudah disiapkan sejak 2017.

"Saya nggak tahu ya kenapa sulit implementasinya. Tapi selama ini kan mungkin dipakai alasan ketidaksiapan Pertamina untuk memproduksi bahan bakar dengan tipe RON (92 ke atas) tersebut. Lalu kemudian industri otomotif juga mundur-mundur di dalam memproduksi kendaraan yang bisa memenuhi standar emisi euro 4. Dan harusnya ini kan 2017 sudah diberikan waktu penyesuaian," tambahnya.




(toy/zlf)

Hide Ads