Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang 2.987 kilometer (Km) masih terus dilakukan. Tol tersebut terdiri dari 24 ruas. Pembangunan tol itu menelan biaya investasi hingga Rp 530,8 triliun.
Sayangnya, pembangunan jalan tol oleh PT Hutama Karya (Persero) atau HK itu terancam berhenti atau disetop. Pasalnya, saat ini HK mengalami defisit dukungan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) hingga Rp 60 triliun.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian mengungkapkan, apabila PMN itu tak segera dicairkan, maka ancaman pembangunan berhenti akan terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah sampai sekarang ini setelah kita evaluasi, yang sudah berjalan ternyata ada defisit PMN yang belum bisa dipenuhi sebesar Rp 60 triliun. Ini defisit PMN, sehingga HK ini sekarang kalau ini tidak segera dipenuhi PMN-nya, otomatis mungkin bahasa langsungnya adalah itu proyek konstruksi (Tol Trans Sumatera) yang sekarang berjalan pun berhenti," ungkap Hedy dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu (27/1/2021).
Saat ini, pihaknya sedang berkoordinasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bisa menyelesaikan persoalan PMN tersebut.
"Ini kami sudah koordinasi dengan Kemenkeu dan Kemenko (Perekonomian) bagaimana kita agar Kemenkeu Rp 60 triliun ini bisa di disburse secara cepat, dan sekarang kita sedang melakukan audit terhadap Trans Sumatera yang dilaksanakan oleh Hutama Karya. Nah ini hanya untuk yang sedang berjalan," ujar Hedy.
Tak sampai di situ, menurut Hedy HK tak sanggup lagi melaksanakan pembangunan ruas di Jalan Tol Trans Sumatera yang belum berjalan. Untuk mencegah hal itu terjadi, pihaknya berencana memberikan dukungan dari anggaran Kementerian PUPR.
Namun, sebelum memberikan dukungan tersebut, ada beberapa perubahan yang harus dilakukan terhadap payung hukum yang terkait pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera, yakni Peraturan Presiden (Perpres) 117 tahun 2015.