Kondisi keuangan BUMN karya tengah menjadi sorotan belakangan ini. Bagaimana tidak, selain laba yang susut, utang perusahaan pelat merah ini juga bengkak.
Eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan penyebab kinerja BUMN 'berdarah-darah'. Said mengatakan, hal itu karena berubahnya fungsi BUMN konstruksi menjadi perusahaan investasi. Padahal, perusahaan tersebut tak memiliki keahlian mengelolanya.
"Pertama, sebenarnya diawali berubahnya, diubahnya fungsi BUMN konstruksi dari perusahaan jasa konstruksi, menjadi perusahaan investasi dan jasa konstruksi. Sehingga tidak heran banyak sekali pembangunan apartemen, jalan tol, bandara, itu perusahaan jasa konstruksi ini semua menjadi pemilik saham," katanya dalam diskusi Narasi Institute, Jumat (8/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, BUMN karya mengerjakan proyek-proyek yang tidak layak secara ekonomi. Dalam kondisi tersebut, direksi harusnya menyampaikan jika sesuai UU BUMN Pasal 66 apabila pemerintah memberikan penugasan kepada BUMN dan tidak layak maka pemerintah harus menanggung seluruh biaya ditambah margin yang layak.
Pada tahun 2016-2017, Said Didu bilang, pemerintah telah bekerja dengan baik dengan memberikan penyertaan modal negara (PMN) pada proyek yang tidak layak. Namun, setelah itu tidak diberikan PMN sehingga BUMN melanjutkan pekerjaan dengan mencari utang.
"Kalau utang saya yakin betul karena margin, net margin rata-rata jasa konstruksi 4% net marginnya maka kalau mengambil utang yang bunganya 11-12% maka dipastikan akan rugi karena net marginnya rendah sekali," katanya.
"Jadi mereka (BUMN karya) mengejar dua keuntungan, pertama, pelaksanaan konstruksi tapi tidak tertutupi dan di pengelolaan infrastruktur yang dibangun," tambahnya.
Baca juga: BUMN Karya Berdarah-darah, Apa Penyebabnya? |