PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) buka suara mengenai biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang membengkak, dari semula US$ 5,573 miliar saat awal pembangunan di 2016, menjadi US$ 7,97 miliar. Pembengkakan biaya sudah beberapa kali terjadi.
Corporate Secretary PT KCIC, Mirza Soraya menjelaskan persoalan tersebut masih dalam pembahasan dengan konsorsium KCIC, yakni empat sponsor BUMN yang terdiri dari PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PTPN VIII, serta pemberian pinjaman atau lender yakni China Development Bank (CDB).
"Mengenai persoalan ini, masih dalam pembahasan dengan sponsor dan lender," katanya melalui jawaban tertulis kepada detikcom, Jumat (3/9/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga saat ini, lanjut dia hal yang berkaitan dengan pembengkakan biaya (cost overrun) dan negosiasi menjadi pembahasan pemerintah Indonesia dan BUMN sponsor.
Dijelaskan lebih lanjut, pembengkakan biaya yang terjadi digunakan untuk pengadaan lahan, pekerjaan relokasi fasos/fasum, pekerjaan variation order, financing cost, dan pekerjaan lain yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan proyek.
"Jika cost overrun itu tidak dibayarkan akan menghambat progress pekerjaan di lapangan, mengingat cost overrun terjadi karena adanya eskalasi pekerjaan pengadaan lahan, relokasi fasos fasum, variation order, financing cost atau eskalasi pekerjaan lain yang memang menjadi kebutuhan proyek," tutur Mirza.
Untuk mengantisipasi agar biaya pembangunan tidak kembali membengkak atau setidaknya meminimalisir pembengkakan, pihak KCIC mengupayakan beberapa hal.
"Upaya mengembalikan project cost di tahapan yang sedang dan akan dilaksanakan ke depan untuk kembali ke initial budget," jelasnya.
Selanjutnya mengubah skema operation maintenance readiness (kesiapan operasi dan pemeliharaan), dimana SDM operation & maintenance menggunakan sebagian besar pegawai PT KAI yang berpengalaman, prioritas penyelenggaraan training di Indonesia dan online, sehingga bisa menghemat biaya training serta kesiapan operasi dan pemeliharaan lainnya.
Berikutnya melakukan negosiasi facility agreement dengan lender dan negosiasi dengan kontraktor terkait beberapa isu biaya proyek, melakukan value engineering di beberapa pekerjaan konstruksi yang masih berjalan, serta menunda pembangunan TOD Walini.
"Kami akan melakukan upaya semaksimal mungkin agar nominal pembengkakan biaya bisa ditekan dengan optimal. Secara umum, dapat kami sampaikan bahwa semangatnya adalah efisiensi dan pelibatan SDM lokal sebesar-besarnya. Maka kami mengubah skema operation maintenance readiness dengan menggunakan SDM operation & maintenance menggunakan sebagian besar pegawai PT KAI," tambah Mirza.
Simak Video: Penampakan Pembangunan Jembatan Tertinggi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung