Warga lain, Tunggal, mengatakan dari tujuh rumah itu menurut informasi banyak belum bersertifikat. Tapi rumahnya sudah bersertifikat.
"Hanya rumah saya yang sudah bersertifikat. Yang lain katanya belum, jadi kalau mau membayar sebenarnya ringan," kata Tunggal pada detikcom di rumahnya.
Warga tujuh rumah itu, kata Tunggal sebenarnya ingin diganti rugi sekalian oleh pemerintah. Meskipun pekarangan miliknya kena 77 meter tetapi tidak semua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tanah saya yang depan itu kena sekitar 77 meter tapi juga belum cair. Pengin sekalian semua diganti rugi bersama warga yang tersisa saat ini," imbuh Tunggal.
Kepala Seksi Pengadaan Tanah BPN Klaten, Sulistyono menjelaskan status tanah warga itu belum dicek fisiknya. Statusnya masih simpang-siur.
"Di Desa Ngabeyan yang 7 bidang tanah yang katanya terisolir belum saya cek fisiknya. Untuk status tanahnya juga masih simpang siur, apakah itu tanah bekas kas desa atau tanah Oro-Oro ( Tanah Negara ) saya masih menunggu kepastian dari pihak Desa," jelas Sulistyono pada detikcom saat dikonfirmasi.
Ada juga informasi, sambung Sulistyono, jika tanah tersebut juga belum bersertifikat. Bahkan tiga diantaranya belum selesai prosesnya.
"Ya infonya demikian (tidak ada sertifikat). Soalnya yang 3 bidang terkena tol masih belum bisa diajukan SPP nya," tambah Sulistyono.
Sebelumnya diberitakan, di saat warga lain diguyur uang ganti rugi proyek tol Yogya-Solo jutaan sampai miliaran rupiah, tujuh kepala keluarga keluar di Klaten, Jawa Tengah terancam terisolir. Tujuh keluarga di Dusun Pasekan, Desa Ngabeyan, Kecamatan Karanganom, Klaten tersebut bakal dikepung sungai dan jalan tol.
"Jadi nanti seperti orang terisolasi. Sebab di timur ada sungai, selatan juga sungai sedangkan di Barat dan Utara nantinya jalan tol," ungkap Diono, warga Dusun Pasekan kepada detikcom di rumahnya, Senin (20/9/2021) siang.
(hns/hns)