Daripada pakai APBN, Gobel bilang harusnya pembengkakan proyek ini jadi tanggungan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) selaku penanggung jawab proyek.
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.
Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasa Marga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI. Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah menurut Gobel, kalau ada pembengkakan harusnya tinggal bagaimana kuat-kuatan menyetor modal dalam kepemilikan saham di dalam konsorsium. Bagi yang tak mampu setor modal tambahan maka sahamnya bakal berkurang.
"Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja," kata Gobel.
"Ini baru namanya business to business, jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN," tambahnya.
Gobel juga mengatakan ada masalah saat studi kelayakan yang dilakukan China, makanya biaya proyek membengkak terus menerus. Gobel menyebut berbagai alasan di balik membengkaknya biaya proyek, mulai dari asuransi, kondisi geografi, hingga masalah banjir.
"Pertama, pada pembengkakan pertama katanya karena faktor asuransi. Kedua, pada pembengkakan kedua katanya karena faktor geologi dan geografi. Ketiga, banjir yang menggenangi jalan tol Jakarta-Cikampek terjadi akibat tersumbatnya saluran air karena pembangunan kereta cepat," papar Gobel.
"Semua itu mestinya sudah bisa dihitung di dalam studi kelayakan," katanya.
Simak Video "Kereta Cepat JKT-BDG Kini Dibiayai APBN, PKS: Belum Tentu Manfaat"
[Gambas:Video 20detik]
(hal/ara)