Terungkap Fakta Baru di Kasus Lapindo yang 17 Tahun Nggak Kelar-kelar

Terungkap Fakta Baru di Kasus Lapindo yang 17 Tahun Nggak Kelar-kelar

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 21 Sep 2022 11:15 WIB
Tangkapan layar terkait video semburan lumpur mirip Lapindo. Fenomena semburan lumpur itu diduga terjadi di Desa Napan, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.
Foto: Tangkapan layar Twitter @gustibrewon
Jakarta -

Pemerintah dicecar berbagai pertanyaan mengenai nasib dari korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI mempertanyakan bagaimana nasib ganti rugi yang semestinya didapat oleh para korban, sementara sampai saat ini sudah 16 tahun lamanya belum juga selesai.

Pertanyaan itu diawali oleh Anggota Banggar Sungkono, ia meminta pemerintah agar tidak mengabaikan hak dari para korban lumpur Lapindo. Ia pun menyinggung bahwa masalah ganti rugi yang belum selesai ini sudah berjalan 17 tahun lamanya.

"Sudah hampir 17 tahun berjalan belum diselesaikan, terutama para pengusaha. Penderitaan ini pemerintah tidak hadir di sini. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2013, negara harus hadir dalam rangka menyelesaikan program lumpur Lapindo," jelasnya dalam rapat Banggar DPR RI, kemarin, ditulis Rabu (21/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mohon bantuan pemerintah menghargai para korban, bukan minta tapi menuntut haknya yang selama ini sudah tidak ada nilainya," tambahnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh anggota Banggar DPR Fauzi H Amro. Ia mempertanyakan komitmen pemerintah dalam menyelesaikan masalah lumpur Lapindo.

ADVERTISEMENT

"Jangan sampai alasan pemerintah perhitungannya belum jelas, tinggal pemerintah mau atau tidak menyelesaikan Lapindo?" tegasnya.

Kemudian berbagai pertanyaan itu ditanggapi oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah. Ia menjelaskan, berkaitan dengan pembayaran ganti rugi kepada para korban semburan lumpur Lapindo.

Zainal mengatakan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi pada 2013 junto 2015, memang negara harus menjamin pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo. Hanya saja, menurutnya putusan itu ada hal yang harus digaris bawahi.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Lihat juga video 'Pemerintah Sebut Ganti Rugi yang Belum Dibayar Lapindo Rp 781 Miliar':

Hal yang harus digarisbawahi itu adalah kalimat "pelunasan oleh perusahaan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," ujar Zainal.

"Keputusan MK 2013 junto 2015 juga, bahwa disitu memang diarahkan negara menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugian sebagaimana mestinya kepada masyarakat oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu. Amar di situ tidak putus sampai di situ, pelunasan oleh perusahaan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," jelasnya.

Kemudian, dia juga mengungkap fakta baru yang menurutnya belum diungkap ke publik. Fakta itu merupakan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Setelah diaudit dari BPKP, ditemukan dua fakta yang sebelumnya mungkin belum pernah terungkap. Di perjanjian nomer 4 dan 5, intinya di situ adalah para pihak yang bersepakat, apabila pihak Minarak (PT Minarak Lapindo Jaya) tidak bisa melunasi, maka 30% uang muka yang sudah diberikan itu tidak boleh ditarik dan sertifikat yang disimpan di safety box itu diambil oleh pihak yang memiliki tanah," ungkapnya.

Diakui juga, saat ini Kementerian PUPR-lah yang memegang atau melaksanakan tugas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang tugasnya untuk menangani upaya penanggulangan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo. Zainal meyakinkan bahwa tugas itu yang saat ini di tangan PUPR sesuai yang telah ditugaskan.

"Kami memberikan keyakinan bahwa negara memang harus memberi pelayanan yang lebih baik. Kekuasan negara sebagaimana disebutkan dalam keputusan MK, seharusnya tetap menggunakan kekuasaan negara dalam pengertian trias politic," jelasnya.

Zainal juga mengatakan pihaknya pada 2020 silam sudah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan berkaitan dengan jaminan untuk korban Lapindo jika nantinya ada putusan bhawa para pengusaha dan korban diberikan ganti rugi dari APBN.

"Kami internal pemerintah tidak berhenti untuk itu, jika keputusan berubah. Kami pada 2020 sudah melakukan komunikasi dengan Kementerian Keuangan seandainya dibayarkan pemerintah sudah mengajukannya. Itu informasi yang bisa kami sampaikan insyaallah karena gak mungkin kita menyengsarakan, itu sudah ada hasil audit BPKP," tutupnya.


Hide Ads