Semakin ke sini intensitas banjir rob terus meningkat. Warya menjelaskan, yang dulunya banjir hanya bertahan beberapa jam lalu surut kembali, kemudian kedatangannya bertambah jadi beberapa hari, dan kini dalam setiap bulannya hanya ada waktu 3 hari tanpa banjir.
"Kalau waktu dulu banjir pasang itu dalam satu bulan masih bisa dihitung, paling 3-1 minggu paling lamanya. Tapi mulai saat ini itu terus-terusan, dalam satu bulan bahkan yang nggak banjir paling 3 hari. Jadi kebalikannya, makin sering," jelas Warya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi banjir rob yang paling diwaspadai warga ialah pada fase awal bulan sama bulan purnama. Kata Warya, di sana lah puncak-puncak dari banjir tersebut.
Meski masyarakat dapat dikatakan telah terbiasa dengan kondisi ini, Warya bersama-sama warga lainnya berupaya untuk mengurangi aliran air banjir ini dengan memanfaatkan limbah kerang hijau secara swadaya.
"Untuk antisipasi banjir gede, secara swadaya kita uruk. Urugan itu untuk akses jalan orang dulu. Karena kalau banjirnya gede itu biasanya bisa sangat dalam, susah untuk lewatnya," jelasnya.
Istilah uruk yang dimaksud ialah dengan menumpuk limbah kerang tersebut menjadi bagian dari daratan. Dengan demikian, level permukaan tanah jadi meningkat.
"Usaha kita kan kebanyakan kerang hijau, nah itu kulitnya kita manfaatkan untuk urugan tanah. Alasan lainnya juga karena kalau beli puing (batu) di depan sana, ongkos angkut ke sininya itu yang jauh lebih mahal dari harga puingnya," Tati menambahkan.
Pengurukan atau peningkatan level tanah di beberapa titik ini akhirnya membuahkan hasil yang baik, di mana aliran banjir bisa sedikit berkurang. Namun langkah antisipasi tersebut tidak terlalu berpengaruh apabila banjir sedang tinggi-tingginya.
Tati sendiri, yang tinggal tepat di tepi laut, telah menguruk atau meninggikan lahan rumahnya hingga 1 meter dalam kurun waktu 2 tahun belakangan. Mau tidak mau, baik Tati maupun Warya mengharapkan langkah dari pemerintah sendiri.
"Sebagaimana kita memang seperti ini, mungkin ada program pemerintah untuk menanggulangi banjir dengan cara pemancangan itu, mungkin itu bisa menjadi solusi," ungkap Warya.
Salah satunya yaitu menyangkut pembangunan tanggul raksasa yang sempat diwacanakan pemerintah. Namun, hingga kini informasi mengenai rencana pembangunan tersebut belum terdengar kembali. Hal ini dibutuhkan seiring dengan intensitas dan tinggi banjir yang semakin meningkat.
"Warga yang mengeluhkan memang banyak. Tapi mau bagaimana lagi, sudah seperti ini kondisinya. Bisa dibilang sudah terbiasa juga hidup di laut. Yang bisa kita lakukan sekarang ya itu, beberapa tindakan swadaya saja seperti urug lahan," kata Warya.
(dna/dna)