17 Tahun Drama Lapindo dan 6 Fakta di Baliknya

17 Tahun Drama Lapindo dan 6 Fakta di Baliknya

Aulia Damayanti - detikFinance
Kamis, 22 Sep 2022 06:20 WIB
Kondisi tanggul penahan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo kian mengkhawatirkan. Ketinggian air bercampur lumpur saat ini posisinya sudah sejajar dengan bibir tanggul.
Lapindo/Foto: Budi Hartadi
Jakarta -

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mencecar pemerintah mengenai nasib ganti rugi korban lumpur Lapindo di Sidoarjo. Sejumlah Anggota Banggar DPR RI melontarkan pertanyaan saat rapat dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga lainnya.

Salah satu anggota mengungkap ketidakpastian ganti rugi korban semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo sudah hampir 17 tahun tak kunjung selesai. Anggota Banggar Sungkono mengatakan padahal ada putusan bahwa negara harus hadir dalam menyelesaikan kasus tersebut.

"Sudah hampir 17 tahun berjalan belum diselesaikan, terutama para pengusaha. Penderitaan ini pemerintah tidak hadir di sini. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2013, negara harus hadir dalam rangka menyelesaikan program lumpur Lapindo," jelasnya dalam rapat Banggar DPR RI, kemarin, ditulis Rabu (21/9/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut fakta-faktanya:

1. Pemerintah Ungkap Fakta Baru

ADVERTISEMENT

Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah pun buka suara berkaitan dengan pembayaran ganti rugi kepada para korban semburan lumpur Lapindo.

Zainal mengatakan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi pada 2013 junto 2015, memang negara harus menjamin pelunasan ganti rugi korban lumpur Lapindo. Hanya saja, menurutnya putusan itu ada hal yang harus digaris bawahi.

Hal yang harus digarisbawahi itu adalah kalimat "pelunasan oleh perusahaan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," ujar Zainal.

"Keputusan MK 2013 junto 2015 juga, bahwa disitu memang diarahkan negara menjamin dan memastikan pelunasan ganti kerugian sebagaimana mestinya kepada masyarakat oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu. Amar di situ tidak putus sampai di situ, pelunasan oleh perusahaan tersebut dilakukan oleh perusahaan yang bertanggung jawab untuk itu," jelasnya.

Dia juga mengungkap fakta baru yang menurutnya belum diungkap ke publik. Fakta itu merupakan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Setelah diaudit dari BPKP, ditemukan dua fakta yang sebelumnya mungkin belum pernah terungkap. Di perjanjian nomer 4 dan 5, intinya di situ adalah para pihak yang bersepakat, apabila pihak Minarak (PT Minarak Lapindo Jaya) tidak bisa melunasi, maka 30% uang muka yang sudah diberikan itu tidak boleh ditarik dan sertifikat yang disimpan di safety box itu diambil oleh pihak yang memiliki tanah," ungkapnya.

2. Penyebab Awal Semburan Lumpur Lapindo

Dalam catatan detikcom, semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo genap berusia 16 tahun pada 29 Mei 2022 kemarin dan berjalan masuk 17 tahun. Hingga saat ini pun semburan lumpur itu diketahui juga belum berhenti.

Adapun penyebab awal dari semburan lumpur itu, awalnya pada 18 Mei 2006. PT Lapindo Brantas sempat melakukan pengeboran mencapai 8.500 kaki. Adapun lokasi lumpur ini diketahui berada di sumur Banjarpanji 1, Porong, Sidoarjo.

Selama proses pengeboran ini pihak perusahaan sempat diingatkan soal pemasangan pipa selubung yang harus dilakukan sebelum pengeboran.

Kemudian, lumpur itu diketahui menyembur dua hari setelah gempa bumi di Yogyakarta. Hingga saat ini belum ada pembuktian secara ilmiah apakah gempa tersebut turut mempengaruhi semburan lumpur.

Meski demikian banyak orang yang percaya kedua bencana ini saling terkait. Pada 29 Mei 2006 lumpur Lapindo itu menyempur pertama kali pada 05.30 WIB. Adapun jarak pemukiman warga dengan lokasi lumpur hanya 150 meter.

3. Ribuan Rumah Lenyap-Puluhan Warga Mengungsi

Hingga saat itu, lumpur panas yang menyembur ternyata tak terhentikan dan meluber ke mana mana. Bahkan sampai ke ruas jalan tol Surabaya-Gempol sehingga mengakibatkan ditutup.

Sempat diupayakan untuk dibuatkan tanggul agar lumpur tidak melebar ke pemukiman warga. Pada tanggal 10 Agustus 2006, tanggul jebol dan membanjiri pemukiman warga.

Hingga tahun 2008, semburan lumpur masih terus tak bisa dihentikan serta meluas. Tercatat per harinya lumpur yang mampu menyembur sekitar 100 ribu meter kubik.

Sekitar 25 ribu jiwa dari 8 desa di 3 kecamatan terpaksa harus kehilangan lahan dan rumahnya karena tenggelam dan hilang karena semburan lumpur. Mereka juga dipaksa untuk mengungsi untuk menghindari dampak dari luberan lumpur panas.

Tercatat, 10.426 unit rumah warga dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur Lapindo.

4. Ganti Rugi Ditalangi Pemerintah

Seperti diketahui kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo ini dikerjakan oleh perusahaan dari Bakrie Group. Untuk menanggulangi masalah semburan lumpur panas tersebut, pemerintah memberikan talangan dana yang diberikan kepada PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ).

Dana itu diberikan pada Maret 2007. Saat itu pemerintah memberikan dana talangan untuk ganti rugi bencana Lumpur Lapindo melalui perjanjian Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Terdampak 22 Maret 2007.

Pada saat itu perusahaan Bakrie memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar. Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%.

Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman. Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau lunas pada 2019 lalu.

5. Utang Lapindo Dikejar Sri Mulyani

Nyatanya hingga saat jatuh tempo, Lapindo baru mencicil satu kali dan besarannya hanya Rp 5 miliar dari total utang Rp 773,8 miliar tersebut. Sampai saat ini belum ada pembayaran lanjutan sehingga utangnya makin bertambah karena denda terus berjalan.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban pernah mengatakan utang LMJ per 31 Desember 2020 mencapai Rp 2 triliun lebih atau tepatnya Rp 2.233.941.033.474. Jumlah itu termasuk pokok, bunga, dan denda yang harus dibayar.

Rio menyebut pihak LMJ sudah meminta agar aset yang bersangkutan disita untuk melunasi utangnya. Meski begitu, pihaknya lebih memilih agar pembayaran utang dilakukan secara tunai, bukan aset.

6. Hampir 17 Tahun Belum Kelar

Sejak menyempur pertama kali pada 29 Mei 2006, sampai saat ini lumpur Lapindo di Sidoarjo masih aktif atau semburan lumpur panas itu belum berhenti. Artinya hampir 17 tahun lamanya, semburan itu belum berhenti.

Permasalahan yang belum juga selesai selama hampir 17 tahun ini juga soal ganti rugi kepada masyarakat terdampak. Mirisnya, 10.426 unit rumah warga dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur.




(ada/zlf)

Hide Ads