Ekonom Senior Faisal Basri menilai pemerintahan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat boros dalam pembangunan infrastruktur tol. Beberapa proyek dianggap mubazir dilihat dari tingkat biaya logistik di Indonesia yang masih mahal.
Faisal Basri mengatakan seharusnya pembangunan tol di Indonesia berbasis ke pelabuhan sehingga berefek ke ongkos logistik. Selama ini pembangunan jalan tol disebut hanya berbasis proyek.
"Logistic cost kita itu 22% dari PDB, jadi istilahnya itu habis di ongkos karena 80% barang di Indonesia diangkut lewat darat. Padahal di seluruh dunia 70% barang itu diangkut lewat laut karena ongkos darat 10 kali lebih mahal dari laut," katanya dalam diskusi CORE Indonesia di Greyhound Cafe, Jakarta, Selasa (16/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faisal menyebut modal pembangunan tol di era Jokowi sangat besar dibandingkan era Presiden Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Zaman pak Harto sampai Pak SBY untuk membangun jembatan saya kasih contoh, itu hanya dibutuhkan tambahan modal 4-4,5 unit modal, Jokowi periode pertama 6,5 naiknya gila, Jokowi periode kedua tapi datanya baru 2021-2022 itu naik jadi 7,3. Zaman Pak Harto bocorannya 30%, Pak Jokowi sendiri kebocorannya 40%," bebernya.
Faisal mencontohkan salah satu proyek tol yang menurutnya mubazir adalah Tol Trans Sumatera dengan target membentang 2.700 kilometer (km). Untuk mencapai itu keuangan negara dinilai sangat berat, di mana sampai 2024 targetnya maksimal hanya terealisasi 1.000 km.
"Jalan tol itu (Trans Sumatera) bukan didesain Pak Jokowi, tapi Pak SBY. Jaman Pak SBY itu dibutuhkan jalan tol di Sumatera 2.700 km agar jembatan Selat Sunda TW itu laku, nah jembatan selat sundanya sudah dibatalkan, sama Pak Jokowi tolnya jalan terus. Ini fakta kenyataannya sampai 2024 maksimal cuma 1.000 km, itu pun sudah ngos-ngosan," ucapnya.
Di sisi lain, Faisal melihat pertumbuhan infrastruktur di Indonesia tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Hal itu terlihat dari angka harapan hidup (life expectancy) yang turun dari 70 tahun pada 2019 menjadi 67 tahun pada 2021.
"Jadi yang tumbuh infrastruktur segala macam, manusianya yang merosot. Angka harapan hidup pada saat lahir kita sekarang di ASEAN itu cuma lebih tinggi dari Myanmar. Sama Timor Leste kalah kita. Jadi angka harapan hidup kita turun dan terburuk kedua setelah Myanmar di ASEAN," ucapnya.
Padahal menurutnya, kesuksesan pembangunan bisa dilihat dari angka harapan hidup masyarakatnya yang semakin panjang sehingga angka kematian semakin menurun.
"Jadi saya rasa tidak ada alasan lagi untuk menyimpulkan bahwa kita mengalami bukan hanya deselarasi, tapi kemunduran pembangunan dilihat dari tingkat kesejahteraan hidup rakyat dan kualitas hidup rakyat," ucapnya.
Tonton juga Video: Daftar Proyek SBY yang Diselesaikan di Era Jokowi