Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, desain longspan LRT Jabodebek tidak salah. Menurutnya, desain tersebut menjadi solusi pada kondisi yang ada di lapangan.
"Saya nggak mau ngomong salah dan benar, tetapi ini adalah suatu kelaziman bahwa pada satu tikungan harus ada solusi. Coba bayangin kalau di tengah-tengahnya ada kolom, atau dibikin segi empat, suruh berhenti. Ya itu solusi desain yang optimum, tapi memang saya nggak akan katakan itu maksimum. Jadi kalau saya, saya bisa katakan tidak salah, itu adalah solusi desain," beber Budi Karya ditemui di Kawasan Istana Kepresidenan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi yang namanya desain itu memang dengan hambatan, lalu arsitek engineer mencari solusi," tambahnya.
Budi Karya melanjutkan sebagai orang yang berlatar belakang arsitek, dirinya mengapresiasi desain yang sudah dibuat. "Jadi kalau saya sih sebagai engineer juga mengapresiasi suatu karya anak bangsa, desain, wanita dari Bandung dengan panjang dan tikungan pertama kali," ungkap Budi Karya.
Isu desain longspan ini berdampak terhadap kecepatan LRT Jabodebek yang berkurang. Menurut Budi Karya, soal kecepatan pada intinya pihaknya memberikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi.
"Saya akan memberikan suatu rambu-rambu, apa yang harus dipenuhi. Rambu pertama adalah safety (keselamatan), kedua security (keamanan), dan ketiga ketepatan waktu. Jadi kalau nanti kita 43 menit, ya 43 menit, nggak boleh goyang. Mau di situ 20 km per jam, 40 km per jam, harus dikompensasi pada jarak yang lain ya," sebut Budi Karya.
Sementara, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, konstruksi longspan yang ada saat ini merupakan yang paling efisien dari sisi struktur dan ekonomi. "Nah menghilangkan tiang-tiang itu, itu artinya efisiensi secara struktural dan secara ekonomi," katanya.
Dia mengatakan, memang konstruksi itu memiliki konsekuensi yakni membuat laju LRT akan lebih lambat. Namun, Arya bilang, itu akan lebih efisien daripada harus membangun banyak tiang ataupun memperbesar ruang bagi LRT.