Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menyoroti tingkat keterisian MRT Jakarta yang dinilai belum optimal. Dia mengatakan MRT diharapkan dapat menampung 180.000 penumpang per hari. Namun sampai saat ini baru menyentuh 80.000 penumpang per hari.
"Sebagai contoh MRT, meskipun setiap hari saya lihat penuh, tetapi kapasitas yang kita inginkan setiap hari 180.000 penumpang, dan hari ini masih 80.000 penumpang per hari, masih ada kapasitas yang belum penuh terisi," kata Jokowi saat meresmikan LRT Jabodebek, di Stasiun LRT Cawang, Jakarta, Senin (28/8/2023).
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) Tuhiyat sepakat dengan Jokowi, tingkat keterisian MRT Jakarta sejauh ini memang seharusnya masih bisa dioptimalkan. Dia menjelaskan MRT Jakarta dalam satu gerbong kereta bisa mengangkut 250 orang, sementara satu rangkaian jumlah yang bisa diangkut seharusnya 1.500 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan jumlah rata-rata keterisian paling banyak 100 ribu orang per hari dengan jumlah keberangkatan sebanyak 250 kali trip, menurut Tuhiyat MRT baru hanya bisa mengangkut sekitar 400-450 orang saja sekali jalan. Kondisinya, saat ini sendiri paling rendah tingkat keterisian penumpang MRT Jakarta di angka 80 ribu orang per hari saja.
"Kondisi ini memang masih butuh dioptimalkan lagi ridership-nya. Untuk mencapai ke sana ada upaya yang kita lakukan," ungkap Tuhiyat dalam special interview bersama detikcom.
Salah satu penyebab utama MRT Jakarta belum optimal menurut Tuhiyat adalah masih pendeknya jaringan MRT Jakarta. Sejauh ini, selama 4 tahun sejak 2019, MRT hanya beroperasi di satu rute sepanjang 16 kilometer dari Lebak Bulus ke Bundaran HI.
"Kenapa masih segitu? Karena kita hanya masih Lebak Bulus ke HI, hanya datang dari wilayah selatan (Jakarta), ke barat sedikit Tangerang Selatan, kemudian dari HI dari pusat kota juga arahnya ke situ," beber Tuhiyat.
Pihaknya pun menyiapkan strategi untuk menarik masyarakat mau naik MRT Jakarta. Strategi pertama adalah pull strategy. Salah satunya dengan cara bekerja sama dengan beberapa layanan angkutan transportasi yang bisa jadi feeder atau penghubung masyarakat dengan Stasiun MRT Jakarta.
"Kita juga kerja sama dengan mal, pusat belanja, dan sebagainya, kita berikan diskon kalau naik MRT dan sebagainya. Di samping itu datang dari kita upayakan pelayanan terbaik, performance on time, 99,9%, dan lain sebagainya itu kita lakukan. Itu pull strategy," tambah Tuhiyat.
Namun, strategi-strategi itu belum cukup untuk menarik penumpang. Tuhiyat memaparkan MRT Jakarta juga butuh push strategy yang dilakukan pemerintah untuk mendorong masyarakat naik transportasi umum. Strategi ini hanya bisa dilakukan pemerintah, baik di pusat maupun daerah.
Misalnya saja memperluas kawasan pedestrian ,sehingga orang bisa mudah untuk masuk ke area stasiun-stasiun. Ada juga kebijakan ganjil genap untuk membayar penggunaan mobil pribadi. Hingga kebijakan menaikkan tarif parkir dan menerapkan kebijakan jalan berbayar alias electronic road pricing (ERP).
"Parking itu saya harap parking itu bisa dari ujung ke ujung sehingga orang bisa naik transportasi umum. Park and ride. Kemudian juga tanpa harus intervensi pemerintah bisa juga evaluasi terhadap tarif parkir. Itu kewenangan pemerintah," terang Tuhiyat.
"Bila dimungkinkan diberlakukan ERP dan sebagainya ya itu bagian dari push strategy yang kita ingin lakukan," imbuhnya.
Tonton juga Video: Putar Otak MRT Lingkari Jakarta