Ekonom senior Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah melanjutkan proyek Kereta Cepat hingga ke Surabaya. Menurutnya, jika trasenya adalah dari Bandung, lalu Kertajati, kemudian Yogyakarta hingga ke Surabaya, maka daya beli konsumennya kurang.
"Nggak ada daya belinya, gila apa. Tambah rusak. Tadinya udah efisien tuh kan, Jakarta, Cirebon, Surabaya. Di situ ada keluar masuk (penumpang), naik keluar kan. Tapi Kertajati kan nggak ada. Terus Yogyakarta daya belinya lemah," ujarnya usai diskusi bertajuk Beban Utang Kereta Cepat di APBN di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Selasa (17/10/2023).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta dirinya dan menteri-menteri lain segera memulai proses pembangunan Kereta Cepat menuju Surabaya.
Rencananya rute Kereta Cepat yang tersambung ke Surabaya akan melewati Kertajati, Yogyakarta, Solo, hingga mentok ke Surabaya.
Di sisi lain Faisal menyarankan agar dibuat trase baru kereta cepat dari Jakarta ke Surabaya. Menurutnya ini bakal lebih efisien karena tidak perlu mengeluarkan dana pembebasan lahan.
"Bikin trase baru, nggak perlu pembebasan lahan. Jadi pembebasan lahan ini nggak perlu karena di atas jalur kereta api yang sudah ada," jelasnya.
Ia juga menyoroti perbedaan kondisi geografis wilayah utara dan selatan. Ia menyebut kondisi lahan di utara cenderung rata sehingga lebih feasible untuk kereta cepat.
Terkait kemungkinan proyek kereta cepat Jakarta Surabaya digarap China lagi, Faisal mengaku tak masalah. Yang terpenting pemerintah harus mempertimbangkan manfaatnya untuk negara.
"Saya nggak ada masalah dengan China. Masalahnya bukan dengan China, tapi kita sadar nggak manfaatnya buat kita apa," tutupnya.
(kil/kil)