Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi kritik soal pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Salah satunya, kritik dari calon Presiden (Capres) Anies Baswedan yang menyebut adanya ibu kota negara (IKN) Nusantara akan menimbulkan ketimpangan baru.
Anies menyampaikan kritikan itu dalam Dialog Terbuka Muhammadiyah yang disiarkan online beberapa hari lalu. Dia menyebut pembangunan IKN Nusantara tidak akan membuat pemerataan di Indonesia.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berpendapat pembangunan IKN justru berpotensi menciptakan ketimpangan di daerah-daerah sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang IKN tadi, ketika tujuan membangun kota baru adalah dengan alasan pemerataan maka itu tidak menghasilkan pemerataan yang baru. Mengapa, karena itu akan menghasilkan kota baru yang timpang dengan daerah-daerah di sekitarnya. Jadi antara tujuan mau memeratakan Indonesia, tidak," ujar Anies, dikutip Rabu (29/11/2023).
Anies berpendapat jika ingin meningkatkan pemerataan di Indonesia, maka perlu mengembangkan kota-kota kecil dan menengah, bukan membangun satu kota baru di tengah hutan.
"Kalau mau memeratakan Indonesia maka bangun kota kecil jadi menengah, kota menengah jadi besar, di seluruh wilayah Indonesia. Bukan hanya membangun 1 kota di tengah-tengah hutan," sebutnya.
"Karena membangun satu kota di tengah hutan itu sesungguhnya menimbulkan ketimpangan yang baru. Jadi antara tujuan dengan langkah yang dikerjakan itu nggak nyambung," tambahnya.
Menurutnya, ada permasalahan yang perlu dikaji secara serius. Dia mengatakan daripada membangun satu kota baru, ia berpendapat lebih baik membesarkan semua kota di seluruh Indonesia.
"Nah kami melihat ini problem, ini problem. Karena itu ini harus dikaji secara serius karena tujuan kita, yang saya sampaikan tadi, Indonesia yang setara, Indonesia yang merata, argumennya sama. Tapi menurut kami langkahnya bukan dengan membangun 1 kota, tapi justru membesarkan semua kota yang ada di seluruh Indonesia," ujar dia.
Tanggapan Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun membantah bahwa pembangunan IKN akan menimbulkan ketimpangan baru, menurutnya IKN akan menimbulkan pemerataan. Dia menegaskan pemerintah saat ini tidak mau Jawa sentris, namun menerapkan konsep Indonesia sentris.
Maksudnya pertumbuhan ekonomi dan kepadatan penduduk harus merata di semua wilayah tidak hanya di Pulau Jawa saja. Sejauh ini, Jokowi membeberkan 58% PDB ekonomi Indonesia ada di Jawa.
Belum lagi 56% penduduk di Indonesia pun hanya ada di Jawa. Padahal ada 17 ribu pulau lebih di Indonesia, namun populasi dan ekonomi hanya ada di Jakarta.
"Justru kebalikannya, kita itu tidak ingin Jawa sentris. Kita ingin Indonesia sentris. Karena kita ingat 58% PDB ekonomi ada di Jawa, 58% dari 17 ribu pulau yang kita miliki, 58% itu ada di pulau Jawa, sehingga kita ingin Indonesia sentris. Ada di pulau lain juga pertumbuhan ekonomi, di pulau lain selain Jawa juga harus ada titik-titik pertumbuhan ekonomi baru. Yang kita harapkan itu," papar Jokowi di sela acara gerakan tanam pohon bersama di Hutan Kota JIEP kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (29/11/2023).
"Jadi juga penduduk. Populasi Indonesia ini 56% ada di Pulau Jawa, yang 17 ribu, yang lainnya mestinya ada pemerataan," lanjutnya.
Jokowi kembali menegaskan IKN akan menimbulkan pemerataan ekonomi sekaligus penduduk. IKN juga dirancang menjadi mesin pembentuk titik-titik pertumbuhan ekonomi baru.
"Pemerataan ekonomi, pemerataan penduduk, menumbuhkan titik titik pertumbuhan ekonomi baru. Saya kira arahnya ke sana," tegas Jokowi.
Hanya saja, memang pembangunan IKN tak bisa hanya dilakukan setahun dua tahun saja. Butuh waktu yang cukup lama dan harus berkelanjutan.
"Tapi ini kan memang tidak sehari dua hari, setahun dua tahun, jangka panjang," beber Jokowi.
Soal pendapat ataupun kritik yang dilontarkan banyak pihak, Jokowi sendiri tak mau mempermasalahkan. Yang jelas, dia mengingatkan IKN sudah diatur dalam Undang-undang, artinya kepastian pembangunan IKN sudah jelas dasar hukumnya.
"Ya itu pendapat kan boleh. Menyampaikan opini silakan, cuma IKN itu kan udah ada UU-nya. Sudah ada UU-nya," imbuh dia.
(hal/kil)