Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menjelaskan soal temuan aliran dana Proyek Strategis Nasional (PSN) yang masuk ke kantong Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga politisi. Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah menjelaskan temuan itu memiliki total kerugian 36,67% dari nilai proyek.
Natsir menambahkan temuan itu merupakan kasus yang telah ditangani oleh penegak hukum selama 2023. Dia menyebut kasus ini juga tidak terkait dengan PSN secara keseluruhan.
"Pemahaman dan pernyataan bahwa kasus tersebut adalah terkait dengan PSN secara keseluruhan adalah tidak benar. Narasi dalam Refleksi Akhir Tahun 2023 PPATK tidak dapat ditafsirkan sebagai korupsi pada seluruh proyek PSN," kata Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah dalam keterangan resmi, Sabtu (13/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai badan publik, Natsir menuturkan PPATK bertanggung jawab memenuhi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan berkewajiban menyampaikan informasi mengenai kegiatan dan kinerja kepada Publik. Hal ini dilakukan secara rutin. Pengungkapan satu kasus yang berhubungan dengan PSN adalah bukti bahwa PPATK berupaya membantu penegakan hukum untuk menjaga akuntabilitas dan pengelolaan anggaran negara.
"Secara singkat, kami sampaikan bahwa 36,67% itu adalah terhadap satu modus kasus yang saat ini sedang ditangani oleh penegak hukum," ungkapnya.
Kedua, ia menjelaskan pengumuman hal tersebut tidak bermotif politik. Natsir mengatakan temuan disampaikan sebagai wujud tanggung jawab lembaga tersebut terhadap UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"PPATK memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi mengenai kegiatan dan kinerja kepada Publik. Hal ini secara rutin dilakukan oleh PPATK setiap tahun," katanya.
Natsir juga menegaskan bahwa PPATK tidak memiliki motif politik tertentu. Menurutnya, PPATK mengumumkan temuan tersebut untuk mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) yang bisa merusak proses demokrasi.
"Jika dianggap apa yang dilakukan oleh PPATK akan dipolitisir atau PPATK memiliki motif politik tertentu, kami pastikan hal tersebut jauh dari pikiran kami. PPATK tidak pernah melibatkan diri dalam dunia politik, namun secara tugas dan fungsi tidak bisa dihindari bahwa PPATK harus berperan untuk mencegah dan memberantas TPPU dan TPPT yang akan merusak proses demokrasi di NKRI kita tercinta ini," tegasnya.
Adapun poin terakhir, Natsir menjelaskan pihaknya tidak bisa ASN dan politis yang menerima dana 36,67% tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya.
"Kami hanya sampaikan sebatas statistiknya saja dan tidak dapat membuka nama ataupun detail pihak-pihak terkait," ucap Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M Natsir Kongah dalam keterangan resmi, Sabtu (13/1/2024).
Alasan pertama, Natsir menjelaskan bahwa pihaknya masih menganut asas praduga tidak bersalah. Ia menjelaskan selama belum ada keputusan hukum, statistik temuan PPATK tidak bisa ditafsirkan sebagai tindak pidana. Selain itu, ia menjelaskan PPATK tidak pernah menyampaikan indikasi tindak pidana atas transaksi-transaksi yang tertuang dalam statistik PPATK.
Alasan kedua, Natsir menuturkan bahwa PPATK mengusung prinsip kerahasiaan transaksi. Karenanya, semua pengumuman PPATK bersifat agregat, umum, dan hanya bersifat indikasi sesuai dengan statistik berdasarkan data pelaporan yang kami terima dari Pihak Pelapor.
"Tidak ada nama-nama spesifik karena itu dilindungi oleh UU terkait dengan prinsip kerahasiaan transaksi," jelasnya.
Alasan ketiga, Natsir mengatakan bahwa PPATK mengusung prinsip kehati-hatian dan melihat koridor hukum. Data spesifik tertentu bahkan tidak dimunculkan dalam agenda Refleksi Akhir Tahun 2023 karena PPATK menaati semua aturan yang berlaku di Indonesia.
(kil/kil)