Sebelumnya, gagasan giant sea wall didorong oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan didukung oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Prabowo mengatakan Indonesia perlu membangun tanggul laut raksasa atau giant sea wall. Ia menilai butuh 40 tahun membangun hal tersebut, anggaran yang dihabiskan diperkirakan menyentuh US$ 50-60 miliar atau Rp 778-934 triliun (kurs Rp 15.570).
Pernyataan ini disampaikannya dengan berkaca pada pembangunan giant sea wall di Belanda. Belanda membutuhkan waktu hingga 40 tahun untuk menyelesaikan pembangunan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya yakin masalah giant sea wall ini mungkin membutuhkan waktu 40 tahun sampai selesai, mungkin lebih. Pengalaman dari Belanda seperti itu 40 tahun. Nah sekarang masalahnya, adakah pemimpin-pemimpin politik yang rela fokus berpikir mengerahkan segala kemampuan dalam kurun waktu 40 tahun? Ini kewajiban kita," kata Prabowo, dalam sambutannya di Seminar Nasional Giant Sea Wall di Kempinski Ballroom, Jakarta Pusat, Rabu (10/1/2024).
Selain membutuhkan waktu yang lama, untuk membangun giant sea wall di sepanjang Pantai Utara (Pantura) Jawa juga membutuhkan biaya yang tidaklah sedikit. Bahkan, disebut-sebut biayanya secara keseluruhan tembus Rp 778 triliun. Namun Prabowo tak merincikan proyek tersebut.
"Tadi kita lihat untuk fase pertama saja itu Rp 164 triliun, mungkin semuanya nanti yang saya dengar semuanya itu akan memakan US$ 50-60 miliar, mungkin lebih," ujarnya.
Prabowo menilai, pembangunan tanggul laut raksasa menjadi kewajiban dari pemerintah. Pasalnya, penurunan permukaan tanah terus terjadi hingga mengancam masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Pantura.
Berguru ke China untuk IKN
Di kesempatan yang sama, Basuki menjelaskan pihaknya bakal mengunjungi China untuk mempelajari teknokogi Automated Rail Transit (ART) alias kereta tanpa rel yang bakal dibangun di IKN Nusantara.
Basuki menjelaskan China kini sudah mempunyai teknologi kereta tanpa rel. Studi banding pun dilakukan untuk mempelajari hal tersebut.
"Minggu depan beberapa orang dari Direktorat Jenderal Bina Marga akan lihat di China yang sudah punya itu (kereta tanpa rel)," ungkap Basuki.
Basuki melihat pembangunan ART alias kereta tanpa rel tidak akan sulit. Pasalnya, teknologi itu tidak perlu membangun kembali jalur rel baru sebagaimana digunakan kereta api.
Basuki mengatakan, bahwa jalan yang sudah ada bisa dimanfaatkan untuk hal tersebut. Kereta pun kelak menggunakan magnet untuk bergerak.
"(Rencananya) sekarang sudah di-detail-kan, oleh Dirjen Bina Marga karena tidak membuat jalan baru, pakai jalan yang ada. Mungkin hanya dengan magnet, magnet sebagai guideline. Kan (Kereta) Itu elektrik," imbuhnya.
(ara/ara)