3. Pajak Hiburan Paling Tinggi 75%
Pada Pasal 41 Ayat 1 tertulis, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu berupa : (a) jasa parkir paling tinggi 25%.
"Jasa hiburan tertentu paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)," bunyi Pasal 41 Ayat 1 huruf b.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pada Pasal 41 Ayat 2 disebutkan, tata cara pemungutan pajak atas barang dan jasa tertentu sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selanjutnya, diterangkan dalam bagian Penjelasan untuk Pasal 41 Ayat 1 huruf b, yang dimaksud dengan 'jasa hiburan tertentu' yang tarifnya diatur dalam undang-undang ini adalah diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, sedangkan jasa hiburan lainnya mengikuti tarif dalam undang-undang mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
"Yang dimaksud dengan 'peraturan perundang-undangan' adalah antara lain peraturan perundang-undangan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,' bunyi Penjelasan untuk Pasal 41 Ayat 2.
Meski demikian, dalam Pasal 63 ini ditegaskan, pada saat UU ini diundangkan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap berkedudukan sebagai ibu kita sampai dengan penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan ibu kota.
"Pada saat Undang-Undang ini diundangkan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 63.
4. Aset Bisa Disewakan
Dalam undang-undang ini disebutkan, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta diberikan pengaturan kekhususan dalam rangka mendukung pencapaian kota global terkait pengelolaan barang milik daerah. Hal itu tertuang dalam Pasal 47 Ayat 1.
"Dalam rangka pengelolaan barang milik daerah pada Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta diberikan pengaturan kekhususan yang mendukung pencapaian Kota Global," bunyi Pasal 47 Ayat 1.
Kemudian disebutkan pada Pasal 47 Ayat 2, dalam rangka pengelolaan barang milik daerah untuk tujuan investasi di luar barang milik daerah yang digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsi perangkat daerah, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta dapat membentuk lembaga manajemen aset.
Lalu di Pasal 47 Ayat 3 tertulis, pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak ketiga oleh lembaga manajemen aset sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 dapat berupa:
a. sewa
b. kerja sama pemanfaatan
c. bangun guna serah atau bangun serah guna
d. kerja sama penyediaan infrastruktur
e. kerja sama operasional
f. kerja sama sewa guna
g. kerja sama pendayagunaan
h. kerja sama pemberdayaan, dan
i. bentuk kerja sama lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan barang milik daerah oleh lembaga manajemen aset sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur," demikian bunyi Pasal 47 Ayat 4.
Di Pasal 65 diterangkan, barang milik daerah Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat diserahterimakan untuk dikelola kembali oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta paling lambat 10 tahun setelah penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan ibu kota.
"Barang milik daerah milik Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Pusat diserahterimakan untuk dikelola kembali oleh Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta paling lambat 10 (sepuluh) tahun setelah penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara," bunyi Pasal 65.
5. Jakarta Bakal 'Gabung' Bekasi-Cianjur
Pembentukan Kawasan Aglomerasi diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ). Aturan ini sendiri mengatur perubahan status Jakarta dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Dalam undang-undang dijelaskan, kawasan aglomerasi adalah kawasan yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi sekalipun berbeda dari sisi administratif sebagai satu pusat pertumbuhan ekonomi nasional berskala global.
Pada Pasal 51 Ayat 1 undang-undang tersebut tertulis, untuk mensinkronkan pembangunan Provinsi Daerah Khusus Jakarta dengan daerah sekitar dibentuk kawasan aglomerasi.
"Kawasan Aglomerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup minimal wilayah Provinsi Daerah Khusus Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi," bunyi Pasal 52 Ayat 2.
Di Pasal 51 Ayat 3 tertulis, sinkronisasi pembangunan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilakukan melalui sinkronisasi dokumen rencana tata ruang dan dokumen perencanaan pembangunan kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota yang termasuk dalam cakupan kawasan aglomerasi.
Berikutnya, pada Pasal 52 Ayat 1 diterangkan, sinkronisasi dokumen rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 Ayat 3 dilakukan melalui penyusunan dokumen rencana tata ruang kawasan strategis nasional yang mencakup seluruh atau sebagian wilayah kawasan aglomerasi.
Lalu, di Pasal 52 Ayat 2 disebutkan, dokumen rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 memuat fungsi ruang dan struktur ruang yang dapat menjamin keselarasan pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pada kawasan aglomerasi.
"Penyusunan dokumen rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 52 Ayat 3.
Lihat juga Video 'Legislator PKS Usul DPR Tetap di Jakarta: IKN untuk Eksekutif':
(acd/kil)