Kementerian Perhubungan (Kemenhub) buka-bukaan penyebab terminal bus antar kota antar propinsi (AKAP) alias Tipe A di Indonesia sepi penumpang. Ada beberapa hal yang jadi pemicunya.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Risyapudin Nursin, awalnya menjelaskan bahwa pihaknya mengelola 128 terminal Tipe A. Mayoritas terminal tersebut diperoleh dari pemerintah daerah (Pemda).
Rinciannya, 112 terminal sudah diserahterimakan kepada Ditjen Hubdar, 7 terminal berada di bawah kewenangan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), 2 termnal di bawah kewenangan Dinas Perhubungan Pemprov DKJ Jakarta, dan 7 terminal lain yang belum diserahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 112 (terminal), tiga di antaranya tidak beroperasi yaitu Terminal Betan Subing, Terminal Liwas, Terminal Bangkalan. Sedangkan dua lainnya sedang dalam proses pembangunan yaitu Terminal Demak, Terminal Air Sebakul. Kedua terminal tersebut kami targetkan untuk dioperasikan tahun 2025," tutur Risyapudin di Kompleks DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (4/7/2024).
Ia kemudian menjelaskan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Kemenhub untuk mengelola terminal Tipe A, mulai dari lokasi yang kurang strategis, kondisi terminal yang tidak terawat, sampai aktivitas dalam terminal yang tidak sesuai fungsi pelayanan angkutan.
"Berkurangnya minat masyarakat menggunakan terminal, kondisi terminal yang tidak terawat, aktivitas di dalam terminal yang tidak sesuai fungsi pelayanan angkutan. Fungsi terminal yang hanya untuk naik dan menurunkan penumpang, beberapa terminal diserahkan dalam kondisi tidak beroperasi," jelasnya.
Selain minimnya perawatan dan kurangnya minat masyarakat, ada alasan lain banyak terminal bus AKAP alias Tipe A sepi. Hal ini karena banyak perusahaan otobus (PO) yang sudah berinvestasi mengembangkan pangkalan alias poolnya sendiri. Akibatnya, bus enggan masuk terminal yang dikelola pemerintah.
"Memang dulu ceritanya kalau bapak/ibu perhatikan, bahwasanya sebelum adanya terminal diperbaiki Kemenhub, memang terkait dengan para pengusaha angkutan bus yang mungkin saat ini begitu berinvestasi di poolnya masing-masing, ini mungkin berat (bagi mereka) untuk memasuki area terminal, ini menjadi tantangan tersendiri," kata Risyapudin.
Ditemui usai Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI, Risyapudin menjelaskan bahwa pihaknya memang perlu mengkaji fenomena tersebut. Menurutnya, pemerintah harus melakukan pendekatan persuasif untuk menarik minat PO agar busnya mau masuk ke terminal pemerintah yang sudah direvitalisasi.
"Itu memang perlu kita kaji dulu, kita perlu pikirkan. Kalau bisa secara persuasif melalui asosiasi, organda yang mewadahi itu semuanya. Kita akan mencoba (agar) mereka (mau) masuk ke dalam (terminal yang dikelola pemerintah). Sekalian kita memberikan informasi-informasi terkait layak tidaknya dalam rangka berkeselamatan," jelasnya.
Risyapudin menuturkan bahwa pihaknya sedang berupaya membuat terminal Tipe A lebih diminati masyarakat, di antaranya dengan mengoptimalkan layanan terminal, serta memberikan ruang bagi pelaku UMKM untuk bisa berjualan.
Cara lainnya, Kemenhub membangun sistem digital untuk mengelola terminal atau Smart Terminal. Sistem ini memungkinkan Kemenhub memantau menggunakan teknologi terhadap bus yang sedang melakukan perjalanan.
Smart Terminal juga diwacanakan bisa mempermudah ramp check alias uji kelayakan. Risyapudin optimistis bahwa investasi di bidang pengawasan dan keamanan terminal bisa membuat terminal Tipe A lebih menarik di mata PO.
"Bisa, iya dong. Kan sementara ini dengan sistem digital mereka bisa mengakses karena kita sendiri akan memantau perjalanan mereka. Itulah salah satu bentuk pengawasan yang harus kita bangun berbasis teknologi. Sekarang sudah ada sebagian angkutan-angkutan, mungkin juragan 9, eurobus, mereka sudah membangun itu (Smart Terminal), kenapa kementerian tidak hadir dengan terminal dengan tadi mengintegrasikan satu sama lain?" pungkasnya.
(ara/ara)