Direktur Utama PT Roatex Indonesia Toll System (RITS) mempertanyakan nasib proyek sistem bayar tol tanpa setop atau Multi Lane Free Flow (MLFF) di Indonesia. Adapun implementasi proyek ini telah beberapa kali mundur sejak rencananya implementasi di 2024.
Direktur Utama RITS Attila Keszeg menyatakan bahwa teknologi MLFF telah selesai dikembangkan. Uji coba sistem juga telah dilakukan berulang kali di Tol Bali Mandara dengan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Namun demikian, implementasi sistem ini secara menyeluruh masih harus menunggu 'lampu hijau' dari pemerintah RI secara langsung. Proses negosiasi juga hingga saat ini masih terus berjalan.
"Beri tahu kami apa yang harus dilakukan, kami akan melakukannya. Jadi kami perlu mendengarkan, kami ingin mengerti. Jadi, setiap kali kami berurusan dengan Pak Soni (Anggota BPJT), dengan Pak Wilan (Kepala BPJT), selama beberapa tahun terakhir, kami sudah diskusi berkali-kali," kata Attila, dalam acara Hunindo Tech 6.0 di Four Season Hotel, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Berdasarkan diskusi tersebut, menurutnya perlu dilakukan sejumlah adaptasi atas sistem MLFF di Indonesia. Meski begitu, pihaknya menegaskan kesiapan dari sistem bisa diterapkan segera. Ia juga bertanya secara langsung kepada Sony mengenai nasib kelanjutan MLFF.
"Pak Soni, kapan akhirnya kita bisa mulai beroperasi?," ujar Attila.
Menjawab pertanyaan tersebut, Anggota BPJT Kementerian PU Unsur Pemangku Kepentingan Sony Sulaksono Wibowo mengakui bahwa sistem tersebut sebetulnya sudah siap. Namun salah satu hal yang masih dalam tahap pembahasan ialah meminimalisir kerugian dari para operator tol yang menjalankan sistem tersebut.
Menurut Sony, aktor utama dari implementasi MLFF ialah Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) itu sendiri, seperti Jasa Marga hingga Hutama Karya. Pihaknya sebagai otoritas nasional juga perlu memastikan teknologi yang tersedia dapat berjalan aman dan memenuhi teknologi yang sudah ada dalam pengoperasian jalan tol.
"Berikutnya adalah tentang rencana bisnis. Ini tentang transaksi yang melibatkan banyak uang. Mereka harus mempertimbangkan agar transaksi tidak hilang karena kecelakaan teknologi. Dan kita harus mempertimbangkan ini, bagaimana menutup kerugian dalam transaksi tersebut," jelas Sony.
Selaras dengan hal itu, menurutnya masih diperlukan banyak diskusi untuk membahas bagaimana menutup potensi kerugian saat teknologi tersebut diterapkan. Menyangkut hal ini, pihaknya juga telah berkordinasi dengan Korlantas Polri, namun menemui kendala dari sisi penegakan hukum.
"Kita sudah berdiskusi dengan Korlantas Polri, ini masalah penegakan hukum. Tapi ini tidak mudah. Karena Korlantas membutuhkan regulator untuk membuat payung hukum terkait penegakan hukum terkait transaksi tersebut (MLFF)," ujarnya.
Selain itu, masih terdapat beberapa masalah dari sisi teknis yang perlu dibahas lebih lanjut. Hal ini terkait dengan skema penyaluran dana transaksi pengguna jalan tol yang dikumpulkan terlebih dulu, tidak langsung masuk ke kantong BUJT.
"RITS sudah melakukan banyak hal seperti yang disampaikan tadi, kami pun di sini akan mencoba penyesuaian. Beberapa isu terkait implementasi MLFF perlu dilakukan uji asesmen, karena beberapa isu terkait teknologi, masalah pembiayaan, masalah hukum (payung hukum) juga tidak mudah. Ada banyak pemangku kepentingan. Tetapi, pemangku kepentingan ini tidak mudah kita satukan," kata dia.
"Salah satu isu yang penting adalah masalah penegakan hukum dari Korlantas (Polri). Di sini Korlantas memerlukan payung hukum yang tegas, karena penegakan korlantas itu adalah penegakan hukum pada pelaku pelanggar lalu lintas. Tidak membayar tol bukan pelanggaran lalu lintas. Ini adalah isu yang menarik yang harus kita sesuaikan, harus kita hubungkan misalnya dengan E-TLE, dan itu membutuhkan waktu," sambungnya.
Tonton juga Video: Kepala BPJT: 2024 Tak Ada Lagi Gerbang Tol di Indonesia!
(kil/kil)