"Mereka bermacam-macam, 40% dalam bentuk payment, produk terkait pembayaran dan 40% lagi dalam bentuk peer to peer lending, juga business enhanching, kemudahan bayar pajak," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman Hadad dalam Focus Group Discussion Perluasan Akses Keuangan dalam Mendukung Ekonomi Berkeadilan di Double Tree Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (23/5/2017).
Muliaman menambahkan, saat ini OJK masih melakukan pendekatan dan pembinaan terhadap 165 fintech yang sudah melaporkan usahanya ke otoritas keuangan tersebut. Pasalnya, perkembangan fintech di Indonesia masih terbilang muda dan perlu diawasi dalam perjalanannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam mengawasi perkembangan dan perjalanan fintech, OJK juga rutin membentuk berbagai forum diskusi yang bertujuan untuk memberikan masukan dan kajian dari pelaku keuangan. Bahkan, dibentuk komite khusus untuk mengawal perkembangan fintech yang pesat.
"Setahun terakhir buat forum diskusi, oleh karena itu OJK mengumumkan fintech advisory commitee, jadi komite advisory mewakili kepentingan berbagai pihak," ujar Muliaman.
Kehadiran fintech, lanjut Muliaman, tidak semata-mata menjadi alternatif pembiayaan bagi masyarakat. Lebih dari itu, kehadiran fintech juga diharapkan bisa memperluas akses masyarakat ke lembaga keuangan.
Sehingga kehadiran fintech masih perlu diawasi dan dibina agar bisa bertahan lama sesuai tujuan bisnisnya.
"Karena survival rate rendah sekali mungkin ada tahun ini, tahun depan enggak ada lagi karena enggak laku business model-nya," tutup Muliaman. (ang/ang)