Menengok Pasar Perbatasan RI-Papua New Guinea

Uang di Perbatasan

Menengok Pasar Perbatasan RI-Papua New Guinea

- detikFinance
Kamis, 07 Feb 2013 07:12 WIB
Petugas Penjaga Perbatasan (Foto: Suhendra)
Jayapura - Bank Indonesia (BI) menggelar tinjauan lapangan peredaran mata uang rupiah di pasar kawasan perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea di Skouw, Muara Tami Jayapura Papua. Di lokasi ini terdapat pasar, lokasinya berada di bagian wilayah Indonesia, yang menjadi tempat transaksi perdagangan masyarakat kedua negara.

Dari kasat mata tak ada perbedaan yang mencolok bentangan alam kedua negara, di wilayah perbatasan tersebut dikelilingi bukit dan hutan yang hijau royo. Namun dari sisi infrastuktur, wilayah di sisi bagian Indonesia relatif lebih lengkap karena selain ada pos penjagaan polisi, imigrasi, menara pemantau, ada beberapa pasar yang menjadi penopang masyarakat (PNG) untuk berbelanja memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

Berdasarkan pantauan detikFinance, di sisi wilayah PNG hanya terdapat beberapa kios sederhana, itupun hanya menjual produk-produk souvenir khas PNG. Tak terlihat toko yang menjual produk kebutuhan pokok seperti sembako dan lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Misalnya Wini, wanita asal PNG ini menjual berbagai produk souvenir serba PNG. Mulai dari topi, kaos, bendera, senjata tajam, bandana, gelas bertemakan pernak-pernik negaranya dijual di kios yang sangat sederhana. Untuk urusan harga, produk souvernir khas PNG memang relatif mahal walaupun hanya buatan China.

Wini mengatakan target pasarnya adalah para pelancong asal Indonesia yang datang ke wilayah perbatasan kedua negara. Selama bertransaksi, Wini bersedia menerima uang rupiah, sementara mata uang PNG, yaitu Kina justru tak menjadi alat transaksi.

Misalnya produk rajutan khas PNG mulai dijual Rp 100.000 hingga Rp 900.000. Untuk produk topi ia jual Rp 50.000, gelas Rp 30.000, kaos buatan China dijual Rp 120.000 per potong dan lain-lain.

"Saya buka setiap hari, rata-rata saya dapat omzet Rp 1-2 juta per hari," kata Wini yang bertutur dengan bahasa Inggris Fiji istilah bagi masyarakat sekitar, kepada detikFinance, Rabu (6/2/2013)

Lain halnya dengan pasar yang ada di wilayah bagian Indonesia, di sisi wilayah Indonesia terdapat beberapa titik pasar yang menjual berbagai produk kebutuhan sehari-hari seperti sembako hingga produk elektronika, pakaian, sayur mayur dan lain-lain. Bisa dibilang, pasar di Indonesia paling lengkap dan dikunjungi oleh warga Indonesia, terutama paling banyak masyarakat PNG.

Menurut Aris, salah satu pedagang di pasar Loncing yang berada di wilayah Indonesia, di sisi Indonesia setidaknya ada 3 pasar, yaitu Loncing, Kadin dan Skouw. Khusus pasar Skouw kondisinya masih kosong, padahal pasar ini paling bagus dan dibangun permanen oleh kementerian perdagangan melalui program revitalisasi pasar.

Melalui kiosnya, Aris menjual berbagai produk sekunder seperti handphone (HP), alat-alat listrik dan elektronika hingga produk DVD bajakan. Misalnya DVD bajakan dijual Rp 10.000 per keping, produk ini banyak diminati warga PNG yang kerap berbelanja dengan mata uang negaranya, Kina. Sementara itu produk seperti HP buatan China dijual Rp 400.000 per unit, jika di Jakarta produk sejenis hanya dijual Rp 200.000-an.

"Kalau menurut orang-orang PNG, di Kota Ponimo di wilayahnya yang terdekat dari perbatasan, harga barang-barangnya lebih mahal, mereka pilih belanja disini. Mereka belanja buat kebutuhan pribadi, juga untuk dijual disana (PNG)," kata pria asal Sentani ini.

Aris mengaku berjualan di wilayah perbatasan banyak dukanya, selain infrastruktur listrik PLN yang belum menjangkau wilayah pasar perbatasan, masalah pasokan air bersih pun menjadi kendala. Ia mengaku harus membeli air Rp 25.000 untuk setiap 1 drum

"Di sini listrik belum ada, air juga susah. Makanya kita buka setiap hari jam 9, jam 4 sore sudah kita tutup," katanya.

Sementara itu warga PNG, Rachel Feni mengatakan selama ini lebih memilih berbelanja kebutuhan keluarganya di pasar Indonesia karena selain produk-produk yang dijual beragam juga relatif lebih murah. Wanita tua ini menuturkan, untuk kebutuhan-kebutuhan selain sembako tetap berbelanja di Indonesia namun frekuensinya hanya 2-3 kali dalam setahun.

"Saya beli belanja beras di Indonesia, kalau sudah habis saya kembali lagi untuk berbelanja," kata Rachel.

Menurut Rachel, tidak sulit untuk masuk wilayah Indonesia untuk sekedar berbelanja. Rachel hanya menunjukan ID atau identitasnya sebelum masuk Indonesia.


(hen/ang)

Hide Ads