Setidaknya itulah harapan CEO Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan. Belakangan ini, nama Bitcoin muncul ke tengah-tengah masyarakat dan dikenal sebagai komoditas digital bahkan ada yang menyebutnya sebagai alat tukar digital.
Namun, sejauh ini baik pemerintah maupun otoritas sektor keuangan seperti BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum mau memberi label Bitcoin sebagai produk tertentu. Bahkan menolak Bitcoin sebagai alat tukar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keberadaan Bitcoin di Indonesia masih dipertanyakan. Kita sedang menunggu izin dari BI. Bagi kami Bitcoin merupakan barang atau komoditas digital. Bitcoin bukan sebagai alat tukar hanya sebagai komoditas digital," kata Oscar saat ditemui di acara IDC Financial Insights Financial Services Summit 2014, di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta, Selasa (9/9/2014).
Menurutnya, BI sebagai salah satu otoritas di sektor keuangan perlu turun tangan untuk memperjelas status keberadaan Bitcoin di Indonesia.
"Kuncinya di bank sentral. Statusnya apa di bank sentral. Sampai sekarang kan baru menyatakan Bitcoin bukan mata uang. Sekarang kan ada Bappebti, OJK, dan Kementerian Informasi dan Teknologi, mereka mau mengatur Bitcoin tapi belum jelas," katanya.
Lebih jauh Oscar mengatakan, keberadaan Bitcoin ini sudah lebih dulu diramaikan di Singapura. Di sana, kata dia, Bitcoin disebut sebagai komoditas digital dan bisa ditarik pajak.
Menurutnya, Indonesia mungkin bisa menerapkan sistem yang sama. Pemerintah atau otoritas memberi kejelasan status Bitcoin setelah itu terapkan pajak atas Bitcoin tersebut.
"Yang kita harapkan seperti di Singapura. Pemerintah Singapura memanfaatkan Bitcoin ini untuk mendapatkan pajak, transaksinya US$ 500 ribu Bitcoin per hari, ini potensinya tinggi," ujar dia.
Oscar juga menyebutkan jika transaksi Bitcoin juga memberikan keuntungan layaknya investasi. Sebagai contoh, seorang investor Facebook membeli Bitcoin di harga US$ 11 juta pada 11 April 2013. Kemudian, pada September 2014 nilai Bitcoin melonjak drastis hingga US$ 44 juta atau meroket 400%.
"Makanya disamakan dengan emas. Tapi bukan investasi, kalau investasi kan naik karena performa perusahaan. Kesamaan kenapa dengan emas karena punya nilai, dan permintaan banyak barangnya dikit. Yang menentukan nilai Bitcoin naik atau turun adalah masyarakat dan kepercayaan sama halnya emas karena kita percaya," terang dia.
Untuk itu, Oscar menargetkan untuk bisa meningkatkan transaksi Bitcoin di Indonesia bisa mencapai 1.000-2.000 Bitcoin per hari atau jauh lebih tinggi dari saat ini yang hanya 50-100 Bitcoin per hari.
"Target perputaran di Indonesia 1.000-2.000 Bitcoin per hari, di Indonesia baru 50-100 Bitcoin per hari, kenapa Singapura bisa tinggi karena regulasi jelas. Di Singapura dianggap komoditas bukan mata uang, bank sentral Singapura ngatur ini," tandasnya.
Bitcoin merupakan salah satu dari banyak cryptocurrency yang beredar di dunia maya, juga salah satu yang paling beken. Beberapa negara ada yang sudah menerima Bitcoin dengan merestui transaksi di beberapa perusahaan.
Namun ada beberapa negera yang menyatakan Bitcoin ilegal, salah satunya adalah Tiongkok. Pasalnya, nilai Bitcoin selalu berfluktuasi dalam rentang yang sangat lebar sehingga bisa merugikan penggunanya.
Tahun lalu saja, nilai Bitcoin sempat naik tinggi hingga lebih dari US$ 1.000 tapi hanya dalam beberapa hari nilainya langsung anjlok ke US$ 200 per bit. Mata uang ini juga sempat dianggap kontroversional karena sering digunakan untuk transaksi ilegal seperti jual beli narkoba, senjata, sampai nonton pertunjukan bugil secara live.
Sejumlah kontroversi sempat menaungi Bitcoin di awal tahun. Dimulai dari bangkrutnya Mt. Gox, sebuah perusahaan penukaran Bitcoin asal Jepang pada akhir Februari. Padahal 30% transaksi Bitcoin dunia dilakukan di perusahaan itu.
Tak lama kemudian giliran Flexcoin yang bangkrut. Perusahaan ini memang tak sebesar Mt. Gox. Namun situasi ini pun menimbulkan tanda tanya akan ketangguhan Bitcoin sebagai alat tukar.
(drk/ang)