Bank Mandiri-BNI: Mending Holding, Merger, atau Akuisisi?

Bank Mandiri-BNI: Mending Holding, Merger, atau Akuisisi?

- detikFinance
Jumat, 06 Feb 2015 15:42 WIB
Jakarta - Pemerintah melontarkan, wacana merger antara PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Belum juga berjalan, wacana ini sudah membuat karyawan salah satu bank resah.

Apalagi dua bank tersebut tergolong masih sehat, dan beroperasi dengan normal. Merger juga prosesnya akan panjang, karena dua-duanya adalah perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dipegang masyarakat.

Selain itu, setiap perubahan atas saham pemerintah harus dapat restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu. Jadi membutuhkan proses yang panjang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu bentuk konsolidasi apa yang paling mudah, untuk menggabungkan bank-bank BUMN? Pengamat BUMN sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M Said Didu, mengatakan pemerintah punya tiga alternatif.

"Bisa holding (company/induk usaha), bisa akuisisi, bisa merger. Memang semuanya menghadapi kendala yang besar. Tapi holding paling aman," katanya ketika dihubungi detikFinance, Kamis (5/2/2015).

Pasalnya, kata Said, jika dilakukan merger atau akuisisi biasanya selalu ada penolakan dari berbagai pihak. Maka menggabungkan saham pemerintah di satu perusahaan bisa jadi pilihan.

"Dari segi eksternal dan prosedural tidak ada masalah. Tapi tapi problemnya, tidak otomatis jadi bank besar. Asetnya hanya terkoordinasi tapi tidak menyatu," ujarnya.

Sedangkan yang diinginkan pemerintah adalah sebuah bank dengan aset besar yang bisa bersaing dengan bank-bank asing pada ajang Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Holding bank BUMN hanya bisa efektif apabila bersamaan dengan dilakukannya pembatasan operasional bank asing di Indonesia, resiprokal," katanya.

Maka dari itu, menurut Said, tak perlu takut serangan bank asing jika ada azas resiprokral. Dengan demikian persaingan antar bank, baik itu lokal maupun asing, bisa lebih sehat.

Selama ini bank asing masih leluasa membuka cabang di Indonesia, sementara bank dalam negeri kesulitan untuk buka cabang di luar negeri.

"Sebagai langkah awal yang tidak menimbulkan gejolak terlalu jauh dan paralel dengan pengaturan ya bentuk holding tadi. Kalau akuisisi kan agak berat juga," katanya.

Pemerintah juga sempat mewacanakan Bank Mandiri untuk mengakuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Namun wacana ini juga gagal karena banyak penolakan.

"Memang sudah seharusnya kita punya bank besar yang membiayai banyak sektor. Kalau misalnya holding company jadi dibentuk, nanti bank-bank yang ada tinggal jalan seperti biasa saja," ujarnya.

Said memberi contoh, BNI nanti bisa fokus ke kredit infrastruktur, sementara Bank Mandiri ke industri manufaktur. Kemudian PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) fokus kredit ke sektor UKM dan pertanian, lalu BTN ke properti.

"Idealnya kan begitu, tapi tidak jalan-jalan. Itu (holding) langkah paling tidak menimbulkan gejolak, karena kalau konsolidasi bergejolak itu kan menghambat pembangunan," ujarnya.

Contoh konsolidasi BUMN yang sudah berhasil adalah dibentuknya PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang menaungi banyak BUMN semen di bawahnya.

Semen Indonesia menyatukan BUMN-BUMN industri semen dengan sukses bahkan bisa menjadi perusahaan yang bermain di tingkat regional dengan membeli perusahaan-perusahaan semen asing.

(ang/dnl)

Hide Ads