Soal Penggunaan Uang Elektronik, RI Masih Kalah dari Malaysia

Soal Penggunaan Uang Elektronik, RI Masih Kalah dari Malaysia

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Selasa, 01 Nov 2016 13:20 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Transaksi dengan uang elektronik di Indonesia masih tergolong rendah. Volume transaksi non tunai di Tanah Air terus meningkat, tetapi rasio transaksinya masih kecil dibandingkan pembayaran tunai, yaitu kurang dari 1%. Hal ini berbanding terbalik dengan transaksi non tunai di Malaysia yang mencapai 27%.

Saat ini, jumlah kartu uang elektronik (e-money) yang beredar di Indonesia mencapai 37 juta kartu, namun volume transaksi masih kecil, sekitar Rp 5 triliun dalam setahun terakhir.

"Total nilai transaksi Rp 5 triliun lebih, dengan jumlah kartu sekitar 37 juta. 37 juta itu sebenarnya sudah besar jumlahnya. Tapi Malaysia menang dengan volume transaksinya yang tinggi. Jadi kita yang kurang akses untuk tempat belanjanya," kata Deputi Direktur Program Elektronifikasi dan Keuangan Inklusif Bank Indonesia, Ricky Satria dalam acara seminar Tren Penggunaan dan Peluang Bisnis Uang Elektronik di Ritz Carlton Hotel Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (1/11/16).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hal ini juga didorong masih tingginya pembayaran transaksi ritel dengan sistem transaksi pembayaran tunai. Hal ini didukung dengan perilaku masyarakat yang masih lebih percaya pada penggunaan uang tunai.

"Dari jumlah kartu kita ada sekitar 36-37 juta. Peningkatan dibanding tahun lalu memang nggak terlalu banyak, paling sekitar 2 juta. Ini karena marketingnya juga belum banyak. masih banyak masyarakat yang belum tahu e-money," tutur dia.

Proses perpindahan sistem pembayaran transaksi ini menemui banyak kendala dan tantangan. Selain faktor jaringan infrastruktur yang belum merata hingga daerah perbatasan dan daerah yang terpencil, pola pikir penggunaan uang elektronik di masyarakat juga belum hadir.

"Tantangannya saat ini masih bagaimana mengubah mindset masyarakat. Kalau nggak pegang uang, nggak komplit. Lalu interkoneksi yang masih terbatas. Infrastruktur juga belum merata, termasuk listrik," jelas dia.

Ke depan, pemerintah memiliki pekerjaan rumah dalam peningkatan penggunaan uang elektronik ini, seperti pengembangan infrastruktur, perluasan layanan, harmonisasi regulasi dan edukasi pasar. Dengan adanya standarisasi sistem pembayaran non tunai yang terintegrasi ini, pertumbuhan ekonomi yang stabil dapat terwujud.

"PR kami sekarang bagaimana menginterkoneksikan ini semua. Nasabah A bisa top up di nasabah B. Ini memang sulit, karena ego sektoralnya cukup tinggi," tukasnya. (drk/drk)

Hide Ads