Namun, Indonesia masih punya peluang untuk menahan dan menarik balik dana tersebut, yaitu dengan kembali meyakinkan investor tentang prospek ekonomi yang positif.
"Kita tidak boleh kehilangan prospektif atau fokus untuk bangun fundamental karena itu yang yakinkan mereka akan kembali," ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad di Hotel Fairmont, Jakarta, (6/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Likuiditas yang tersedia sangat penting ketika terjadi gejolak di pasar keuangan. Meskipun sifatnya hanya sementara, akan tetapi bila terjadi berulang, maka akan mengganggu perekonomian dalam negeri.
"Kewajiban untuk bangun fundamental ekonomi kita tidak bisa ditawar lagi karena itu yang selalu membawa likuiditas kembali lagi," imbuhnya.
Ke depan akan banyak sekali risiko yang menanti Indonesia. Baik dari Amerika Serikat (AS), hingga negara-negara di kawasan Eropa yang nantinya melewati proses pemilihan umum (pemilu) Presiden.
"Kalau skenario Trump ekstrim seperti kampanye maka ada ekspektasi lebih besar naiknya karena yield sudah naik signifikan," kata Kepala Departemen Kebijakan dan Moneter Bank Indonesia (BI), Juda Agung, pada kesempatan yang sama.
Juda melihat sebetulnya investor masih optimistis terhadap Indonesia. Apalagi, setelah berjalannya program pengampunan pajak atau tax amnesty yang cukup sukses di periode pertama.
Di sisi lain, harga komoditas sudah menunjukkan perbaikan yang terpengaruh. Ini bisa membantu ekspor Indonesia yang sekarang masih negatif. Rupiah, menurut Juda akan bergerak stabil.
"Saya bertemu dengan investor di Singapura mereka tahu persis ekonomi Indonesia dan optimistis," tegas Juda. (mkl/hns)