Kata Bankir Soal Kinerja dan Peran OJK

Kata Bankir Soal Kinerja dan Peran OJK

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Senin, 13 Feb 2017 08:13 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Masa kerja Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan berakhir pada Juli mendatang. Ini merupakan periode kepemimpinan OJK yang pertama. Bagaimana kinerjanya?

"Jadi OJK kemarin kan itu mulai dari inklusi keuangan ya meningkat. Jadi OJK kan bangun membuat Laku Pandai terus juga ada relaksasi-relaksasi dalam regulasi. Di samping inklusi keuangan, juga ini namanya literasi keuangan juga kelihatan ada hasilnya," kata Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Asmawi Syam, saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Minggu (12/2/2017).

Keberhasilan program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai) bisa dilihat dari meningkatnya inklusi keuangan sebesar 67,8% di akhir 2016. Dengan demikian, target inklusi keuangan sebesar 75% di 2019 diperkirakan bisa tercapai.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

OJK juga telah meluncurkan berbagai program strategis lainnya, seperti Jaring, Layanan Keuangan Mikro, Simpanan Pelajar, Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi, Tim Percepatan Akses Keuangan Pemerintah Daerah (TPAKD), dan Satgas Waspada Investasi.

"Kan Laku Pandai bagus sukses di bank-bank sangat menolong masyarakat yang selama ini tidak tersentuh dengan layanan perbankan di remote area dan itu sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat itu juga membantu cashless society," ujar Asmawi.

Asmawi berharap kepada pimpinan OJK terpilih yang baru bisa membawa industri keuangan Indonesia ke arah yang lebih baik lagi.

"Siapa pun yang akan jabat kita harapannya bahwa bagaimana membangun industri perbankan yang sehat yang bisa berkompetisi dengan bank-bank. Tidak hanya di regional juga tetap perlu juga bangun industri keuangan yang kuat sehat," kata Asmawi.

Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, melihat kondisi sektor keuangan Indonesia saat ini jauh lebih kuat.

"Kalau kita lihat misalkan krisis 1997/1998 atau 2008 dari sisi sistem keuangan kita jauh lebih kuat dibandingkan waktu itu," kata Josua saat dihubungi detikFinance.

Selain itu, pengawasan OJK terhadap sektor perbankan juga terbilang apik. Tercatat jumlah bank yang ditutup karena alasan likuiditas relatif menurun.

"Kita lihat juga pengawasan dari OJK juga cukup optimal, kalau saya pikir dengan sedikit yang dilikuidasi yang mengalami kesulitan likuiditas," tutur Josua.

Seperti diketahui, total aset perbankan sampai Desember 2016 mencapai Rp 6.730 triliun meningkat dibanding posisi 2014 yang sebesar Rp 5.615 triliun. Sedangkan rasio permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57% di Desember 2014 menjadi 22,91% pada Desember 2016.

Kondisi likuiditas perbankan juga berada dalam posisi yang membaik dengan melihat rasio Loan to deposit (LDR) yang mencapai 90,70% atau meningkat dibanding posisi Desember 2014 sebesar 89,42%.

Sementara untuk kredit meski pertumbuhannya melambat, namun tingkat suku bunga menunjukkan tren penurunan. Nilai kredit perbankan pada 2014 sebesar Rp 3.674 triliun, sementara pada 2016 menjadi sebesar Rp 4.377 triliun. Rata-rata suku bunga kredit perbankan menurun dari posisi 12,92% di 2014 menjadi 12,17% di 2016.

Selama 2013 sampai September 2016, OJK telah menerbitkan regulasi di sektor jasa keuangan sebanyak 142 Peraturan OJK dan 119 Surat Edaran OJK. Serta meluncurkan berbagai program strategis seperti Laku Pandai, Jaring, Layanan Keuangan Mikro, Simpanan Pelajar, Sistem Perijinan dan Registrasi Terintegrasi, Tim Percepatan Akses Keuangan Pemerintah Daerah (TPAKD) dan Satgas Waspada Investasi. (wdl/wdl)

Hide Ads