Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan, hal ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi nasional yang terus mengalami perbaikan, angka inflasi yang rendah hingga surplus neraca pembayaran.
"Kami optimistis dengan perbaikan ekonomi domestik. Karena itu tahun ini kami yakin penyaluran kredit bisa lebih tinggi. Hal ini tercermin dari rencana bisnis bank yang menargetkan kredit bisa tumbuh 12,2% serta dana pihak ketiga (DPK) 11,16%," kata Wimboh dalam sambutan di acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2018 di Ballroom Hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (18/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi pada 2017 yang berada di kisaran 5%-5,1%, nilai tukar rupiah yang stabil, inflasi yang rendah di kisaran 3,61%, keseimbangan eksternal yang membaik terlihat dari surplus neraca perdagangan US$ 11,8 miliar, defisit APBN terkendali 2,42% dan kecenderungan suku bunga yang terus menurun.
Sepanjang 2017, suku bunga deposito telah turun 65 basis poin (bps) dan bunga kredit turun 77 bps.
"Reformasi struktural yang dilakukan pemerintah, telah berhasil meningkatkan kepercayaan investor. Ini menyebabkan arus dana masuk ke pasar modal domestik cukup besar, sehingga imbal hasil SBN mengalami penurunan," kata Wimboh.
Dia juga menjelaskan, pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dalam tren yang meningkat dan tumbuh 20% pada 2017, serta ditutup pada level tertinggi sepanjang sejarah yakni 6.355,65. Menurut Wimboh pertumbuhan ini lebih tinggi dari pertumbuhan indeks saham Singapura, Thailand dan Malaysia.
Di Pasar modal, OJK melihat penghimpunan dana yang mencapai Rp 264 triliun jauh melampaui target sebesar RP 217 triliun dan diharapkan penghimpunan tahun ini bisa meningkat.
Saat ini permodalan lembaga jasa keuangan kita relatif kuat, yang ditujukkan dengan rasio kecukupan modal/CAR perbankan sebesar 23,36%. Dengan asumsi CAR disesuaikan ke level setara dengan rata-rata CAR perbankan di kawasan ASEAN yakni 18%.
"Dengan jumlah CAR ini maka industri perbankan kita memiliki potensi untuk mendorong penyaluran kredit sampai RP 640 triliun," ujar dia.
Kuatnya permodalan ini juga didukung oleh tingkat risiko kredit yang terkendali dengan rasio kredit bermasalah/NPL 2,59% secara gross atau 1,11% secara net, angka NPL ini berada di tren menurun. Sementara itu likuiditas yang tersedia di sektor jasa keuangan masih sangat memadai mencapai RP 626 triliun.
Tahun 2017 realisasi penyaluran kredit mencapai 8,35% yoy, masih di bawah rencana bisnis bank (RBB) sebesar 11,86%. "Kami melihat hal ini masih dalam batas yang wajar, karena beberapa debitur masih dalam proses restrukturisasi yang dilakukan perbankan untuk memitigasi peningkatan risiko kredit," ujarnya. (hns/hns)