Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia

Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 02 Mar 2018 13:47 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Perbankan adalah salah satu motor penggerak ekonomi nasional. Indonesia mulai melakukan deregulasi perbankan pada 1983, saat itu Bank Indonesia (BI) memberikan keleluasaan kepada bank untuk menetapkan suku bunga.

Berdasarkan laman ojk.go.id pemerintah berharap dengan kebijakan deregulasi akan tercipta kondisi bank yang efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.

Masih pada 1983, pemerintah Indonesia berencana menerapkan sistem bagi hasil dalam perkreditan yang merupakan konsep dari perbankan syariah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akhirnya 5 tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi perbankan 1988 (Pakto 88) yang membuka kesempatan seluas-luasnya untuk bisnis perbankan dalam menunjang pembangunan.

Namun lebih banyak bank konvensional yang berdiri. Tapi beberapa usaha perbankan yang bersifat daerah yang berasaskan syariah juga mulai bermunculan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1990 membentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.

Pada tanggal 18 - 20 Agustus 1990, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 - 25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirilah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-

Pada awal masa operasinya, keberadaan bank syariah belum mendapatkan perhatian yang optimal dalam tatanan sektor perbankan nasional.

Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah, saat itu hanya diakomodir dalam salah satu ayat tentang "bank dengan sistem bagi hasil" pada UU No. 7 Tahun 1992; tanpa rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.


Pada tahun 1998, pemerintah dan DewanPerwakilan Rakyat melakukan penyempurnaan UU No. 7/1992 tersebut menjadi UU No. 10 Tahun 1998, yang secara tegas menjelaskan bahwa terdapat dua sistem dalam perbankan di tanah air (dual banking system), yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Peluang ini disambut hangat masyarakat perbankan, yang ditandai dengan berdirinya beberapa Bank Islam lain, yakni Bank IFI, Bank Syariah Mandiri, Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh dll.

Pengesahan beberapa produk perundangan yang memberikan kepastian hukum dan meningkatkan aktivitas pasar keuangan syariah, seperti: (i) UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; (ii) UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (sukuk); dan (iii) UU No.42 tahun 2009 tentang Amandemen Ketiga UU No.8 tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa.

Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.


Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan. Lahirnya UU Perbankan Syariah mendorong peningkatan jumlah BUS dari sebanyak 5 BUS menjadi 11 BUS dalam kurun waktu kurang dari dua tahun (2009-2010).

Sejak mulai dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia, dalam dua dekade pengembangan keuangan syariah nasional, sudah banyak pencapaian kemajuan, baik dari aspek kelembagaan dan infrastruktur penunjang, perangkat regulasi dan sistem pengawasan, maupun awareness dan literasi masyarakat terhadap layanan jasa keuangan syariah. (ang/ang)

Hide Ads