Pertemuan dimulai sekitar pukul 11.30 WIB dan selesai pada pukul 13.42 WIB. Pertemuan tersebut tentunya membahas mengenai komitmen Indonesia yang ingin bergabung pada FATF.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan butuh proses panjang agar Indonesia menjadi anggota FATF.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita mau jadi anggota FATF, jadi dia mau melihat, mau cek, kita siap atau nggak, itu tujuannya," ungkap Kiagus di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Dari pertemuan itu, Kiagus menyebut pihak FATF merasa puas dengan komitmen seluruh instansi pemerintah nasional dalam memerangi tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Yang kita bahas adalah mengenai peran dari masing-masing kementerian/lembaga, jadi infrastruktur hukumnya sudah oke, pelaksanaan dari masing-masing kementerian/lembaga berjalan baik, kemudian komitmen dari masing-masing kementerian/lembaga semuanya bagus, tinggal kita mempertahankan itu, ke depannya kita bisa berjalan dengan baik," jelas dia.
Untuk menjadi anggota, Kiagus menuturkan prosesnya baru bisa diketahui pada 2019 atau 2020.
"Ya itu harus melalui satu proses, jadi kalau ini dia setuju, kita jadi observer dulu, setelah jadi observer nanti dilakukan evaluasi, kalau oke maka mudah-mudahan 2019-2020 kita jadi anggota penuh," jelas dia.
Di tempat terpisah, Presiden FATF Santiago Otamendi mengaku telah melihat langsung komitmen Indonesia untuk memerangi tindak pencucian uang.
"Kami sangat yakin dengan komitmen besar yang ditunjukkan Indonesia," kata Santiago.
Dengan sudah menyaksikan langsung kesiapan Indonesia, Santiago mengaku akan mengusahakan Indonesia masuk dan menjadi anggota FATF.
"Jadi Indonesia adalah negara yang sangat penting di dunia. Kami membutuhkan suara Indonesia di organisasi kami. Jadi kami sedang mengusahakannya," tutup dia.