The Fed Tahan Suku Bunga, Perry: Sesuai Perkiraan Kami

The Fed Tahan Suku Bunga, Perry: Sesuai Perkiraan Kami

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 03 Agu 2018 15:10 WIB
Foto: Tim Infografis, Mindra Purnomo
Jakarta - Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menahan suku bunga acuan. Hal ini dilakukan karena Fed menilai kondisi ekonomi AS masih dalam kondisi baik.

Namun Fed membuka peluang untuk meningkatkan bunga pada September mendatang. Bunga acuan bank sentral AS saat ini berada di kisaran 1,75% - 2%.

Menanggapi hal tersebut Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan penahanan suku bunga acuan Fed sudah masuk dalam perkiraan BI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sesuai perkiraan kami, kalau pada Agustus ini memang perkiraan tidak naik, tapi kami perkirakan Fed Fund Rate akan naik pada September dan Desember," kata Perry di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/8/2018).

Perry menjelaskan BI sebelumnya memang sudah memprediksi jika bank sentral AS ini akan menaikkan bunga acuan 4 kali dalam satu tahun. Kemudian Fed juga diperkirakan akan menaikkan bunga 3 kali pada tahun depan.


Menurut Perry dengan meskipun ada ekspektasi kenaikan bunga kepercayaan pasar terhadap Indonesia terus menguat. Hal ini tercermin dari sejumlah indikator seperti aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia melalui surat berharga negara (SBN) terus naik.

"Lelang terakhir dari Kemenkeu, SBN kan over suppy 4 kali lipat lebih. Ini menyebabkan inflow ke SBN cukup kuat," ujarnya.

Perry menambahkan aliran modal asing yang masuk pada 30-31 Juli lalu BI menghitung ada sekitar Rp 3,9 triliun yang masuk ke Indonesia. Menurut Perry jumlah tersebut tak bisa dibilang kecil.

Karena itu BI bersama dengan pemerintah berupaya untuk mendorong mendorong ekspor dan mengurangi impor. Mendorong sektor pariwisata untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan dan mendorong masuknya aliran devisa.

"Kami tegaskan tentang defisit transaksi berjalan memang lebih tinggi tahun ini, ya kami sampaikan US$ 25 miliar, tapi itu masih dalam batas aman terkendali karena di bawah 3% terhadap PDB," jelas dia.

(ang/ang)

Hide Ads