Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menjelaskan pelonggaran GWM ini bisa lebih efektif dibandingkan penurunan suku bunga dalam melonggarkan likuiditas bank.
Apalagi sebelumnya BI juga sudah melakukan pelonggaran di operasi moneter dengan mengurangi kontraksi jumlah uang beredar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menambahkan, saat itu penyaluran kredit justru terus menurun. Menurut dia, dengan pelonggaran GWM hingga 3% diperkirakan pertumbuhan kredit bisa mencapai kisaran 12%-13%.
"Jika kreditnya terdorong, pada akhirnya akan membantu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%," jelas dia.
Piter mengungkapkan, memang saat ini perbankan membutuhkan pelonggaran likuiditas daripada penurunan suku bunga acuan. Meskipun secara teori, penurunan suku bunga acuan juga berarti pelonggaran likuiditas. Menurut dia hal tersebut tidak sepenuhnya terjadi di Indonesia.
"Selama periode 2016 - 2017 walaupun suku bunga acuan sudah turun drastis, tapi kebanyakan bank tetap mengalami kesulitan likuiditas," jelas dia.
Sebelumnya Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan penurunan GWM ini dapat mendorong perekonomian nasional. Hal ini karena dengan tersedianya likuiditas maka pertumbuhan kredit akan lebih optimal.
Keseluruhan tahun BI memandang pertumbuhan ekonomi akan berada di antara 5 %- 5,2 % atau lebih rendah dari titik tengah proyeksi awal di 5% - 5,4%. Sementara, defisit transaksi berjalan pada 2019 diperkirakan sebesar 2,5% - 3% Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan dipertahankannya suku bunga acuan BI di level 6%, maka suku bunga penyimpanan dana perbankan di BI (Deposit Facility) tetap sebesar 5,25%, dan suku bunga penyediaan dana BI ke perbankan (Lending Facility) tetap sebesar 6,75%.
Baca juga: BI Masih Tahan Bunga Acuan, Bank Bisa Apa? |