Jangan Ditunggu, Rencana Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Masih Lama

Jangan Ditunggu, Rencana Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Masih Lama

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 27 Jun 2019 06:25 WIB
1.

Jangan Ditunggu, Rencana Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Masih Lama

Jangan Ditunggu, Rencana Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Masih Lama
Foto: Tim Infografis, Fuad Hasim
Jakarta - Bank Indonesia (BI) berencana menyederhanakan nilai mata uang rupiah. Yakni mengurangi angka nol di belakang nilai rupiah, misalnya Rp 1.000 jadi Rp 1.

Rencana redenominasi ini sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu. Namun selalu gagal masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR RI. Padahal untuk menjalankan rencana ini dibutuhkan landasan hukum yang kuat.

Apa penyebab rencana ini mundur lagi? Berikut berita selengkapnya:

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan, pada 2017 bank sentral memang pernah mengharapkan rencana redenominasi ini masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. Jika rancangan undang-undang (RUU) masuk di 2018, maka proses redenominasi bisa berjalan pada 1 Januari 2020.

Namun sayangnya saat itu RUU redenominasi tak masuk dalam prolegnas.

"Waktu itu pada pemberitaan tahun 2017 Gubernur BI Agus Martowardojo ingin redenominasi masuk dalam prolegnas 2018, tetapi kan tidak masuk. Ya rencana redenominasi 2020 tidak jadi," kata Onny saat dihubungi detikFinance, Rabu (26/6/2019).

Onny mengatakan, hal ini karena dalam proses redenominasi membutuhkan Undang-undang (UU) sebagai landasan hukumnya. Saat ini kajian soal redenominasi juga masih dilakukan oleh BI agar semakin matang.

Menurut dia, bank sentral belum bisa memastikan kapan RUU redenominasi akan masuk ke prolegnas di DPR RI.

"Untuk membuat undang-undangnya, kita juga menunggu DPR nya dulu, kan pelantikan nanti Oktober kan. Kalau akan masuk prolegnas nanti kita informasikan. Intinya 2020 itu belum jalan redenominasi," ujar dia.

Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya.

Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.


Namun hingga saat ini, rancangan undang-undang (RUU) redenominasi tak masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. Bagaimana tahun ini?

Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng menjelaskan hingga saat ini pihak DPR belum mendapatkan informasi lanjutan terkait rancangan undang-undang (RUU) tentang redenominasi.

"Sampai sekarang belum ada RUU redenominasi, belum masuk ke DPR," kata Mekeng saat dihubungi detikFinance, Rabu (26/6/2019).

Dia mengungkapkan, untuk merealisasikan rencana tersebut maka RUU harus masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas). Namun juga harus memperhatikan situasi dan kondisi negara, terutama masalah perekonomian.

"Sekarang ya kita lihat dulu situasi dan kondisi negara, saat akan dijalankan rencana redenominasi itu," ujarnya.

Menurut Mekeng jika memang rencana redenominasi akan dijalankan kembali, maka pemerintah dan bank sentral memang harus benar-benar melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat.

"Sosialisasi itu harus dilakukan secara masif karena ini soal uang. Kalaupun RUU ini masuk Prolegnas pasti kami akan menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan banyak pihak. Supaya tidak salah langkah," kata dia.

Dari laman resmi bi.go.id redenominasi adalah penyederhanaan dan penyetaraan nilai Rupiah. Memang akan ada angka nol yang hilang, tapi redenominasi ini berbeda dengan sanering atau pemotongan nilai uang yang bertujuan menurunkan daya beli masyarakat.

Redenominasi ini biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke arah yang lebih sehat. Sementara itu sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat.


Pada 2017 lalu, Gubernur BI saat itu mengharapkan redenominasi ini bisa dilaksanakan pada 2020 mendatang. Ini artinya hanya tinggal 6 bulan lagi rencana tersebut harus dijalankan.

Tapi untuk menjalankan rencana itu, jalannya masih panjang. Mulai dari pembahasan rancangan undang-undang redenominasi, perjalanan masuk program legislasi nasional (prolegnas) sampai masa transisi hingga masa penerapan.

Penyederhanaan nilai ini bertujuan agar bisa lebih efisien, rupiah makin berdaulat dan lebih bergengsi jika dibandingkan dengan mata uang negara lain.

Mengutip pemberitaan detikFinance 4 April 2018, redenominasi ini direncanakan sejak 2020 saat Deputi Gubernur Senior masih dijabat oleh Darmin Nasution yang saat ini Menko Perekonomian.

Setelah Darmin selesai menjadi Gubernur, Agus Martowardojo yang menduduki Gubernur selanjutnya makin menguatkan rencana redenominasi itu. Namun hingga akhir jabatan Agus, redenominasi itu belum juga terealisasi, RUU belum jadi dan tak masuk prolegnas.

BI kini dipimpin oleh Perry Warjiyo, yang dalam paparan visi misinya akan melanjutkan rencana redenominasi rupiah.

Selain mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, Perry juga akan meneruskan kebijakan yang sudah dilakukan Agus Martowarojo yakni redenominasi.

Saat itu ia menyebut BI merumuskan dan menyampaikan ke pemerintah soal arahan rencana ini.

Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang hanya dihilangkan angka nol nya saja. Jadi nilai uang tetap sama, hanya lebih ringkas saja.

Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran. Setelah itu dilanjutkan dengan penyederhanaan sistem akuntansi dan sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian.

Contoh redenominasi misalnya. Saat ini anda memiliki uang Rp 100.000 dan bisa digunakan untuk membeli 5 bungkus nasi Padang menggunakan lauk ayam goreng, dengan redenominasi maka tiga angka nol akan hilang dan menjadi Rp 100. Namun harga tersebut masih tetap bisa membeli 5 bungkus nasi Padang dengan menu yang sama.



Simak Video "Video: Rupiah Kembali Stabil, BI Terapkan Kebijakan Ini"
[Gambas:Video 20detik]
Hide Ads