Meski masih minim dibandingkan porsi kredit lainnya, namun tak sedikit pula para peminjam KUR dari BRI Sinabang yang naik kelas.
Salah satunya, Wahyuni (38) atau akrab disapa Ayu. Ia menceritakan, awalnya Ayu dan suami memang memiliki usaha warung makan dan penampung teripang sebelum menjadi nasabah KUR BRI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama kali, ia mengaku mengambil KUR senilai Rp 150 juta. Ketika itu, sebelum sepakat meminjam uang, ia butuh waktu satu tahun lebih untuk berpikir.
"Satu tahun lebih lah saya mikir-mikir sampai akhirnya pinjam uang," jelasnya.
Ayu mengaku akhirnya ia mau meminjam uang di bank, justru bukan untuk mengembangkan usaha dari hasil lautnya. Akan tetapi ia ingin mengembangkan usaha di perkebunan.
Sebagai warga pesisir, laut adalah tempatnya menggantungkan hidup atau mata pencaharian utama. Namun, kejayaan hasil tangkapan laut juga ada musimnya. Akhirnya, supaya tidak merugi ketika hasil tangkapan sedang berkurang maka ia mencoba untuk membeli lahan perkebunan.
"Pinjam KUR karena waktu itu lagi mau usaha perkebunan karena kan kalau laut gini nggak menentu apa lagi saat angin musim barat gini kan," tuturnya.
Dia bercerita setelah satu setengah tahun dari pinjam KUR pertama kalinya, ia kembali ditawari pinjaman senilai Rp 300 juta dengan tenor tiga tahun masa angsuran.
Ia juga tak langsung menerimanya. Namun peluang demi peluang usaha lainnya ia lihat. Akhirnya, Ayu menggunakan uang kredit yang sudah naik menjadi kredit retail ini untuk membeli bagan atau kapal.
"Akhirnya saya beli lah tu kapal atau bagan.(Modalnya) dari hasil usaha yang sudah ada ditambah dengan kredit baru lagi dari BRI," ungkapnya.
Kini, Ayu sudah memiliki enam bagan atau kapal dengan 24 anggota nelayan. Selain itu, ia juga memiliki satu pabrik es untuk kebutuhan pendinginan ikan-ikan dan hasil tangkapan laut lainnya.
Keuntungan yang didapatkan bisa mencapai ratusan juta per harinya jika musim angin sedang baik artinya cuaca sedang bagus untuk melaut.
"Kalau ikan atau laut itu musiman, kalau lagi musim timur itu ikan melimpah. Fiber sampai gak muat kadang. Ya dapat lah ratusan juta per hari, bisa Rp 150 juta kadang," jelasnya.
"Tapi kalau lagi musim seperti sekarang paling hanya tiga sampai empat fiber saja, Rp 30 juta sampai Rp 50 jutaan per hari. Tergantung apa hasil tangkapan yang didapat," lanjutnya
Sedangkan usaha pabrik es juga tak kalah menggiurkan keuntungannya. Ayu menjual es balok per batangnya senilai Rp 17 ribu. Ia juga menjual ke nelayan beda kecamatan, harga jualnya juga jadi berbeda.
"Ada juga nelayan yang minta antar ke tempat mereka. Kalau antar ke Simeulue Barat jadi Rp 22 ribu atau Rp 25 ribu kalau ke busung Rp 20 ribu," tuturnya.
Per harinya, masih kata Ayu, harus keluar 80 batang es balok dari pabrik. Kalau dikalikan dalam sebulan paling tidak ia harus menjual 2.000 batang es balok per bulannya.
"Harus keluar 80 batang per hari, kalau per bulan 2.000 batang dikalikan saja Rp 17.000 rata-rata, nah itu lah omsetnya," pungkasnya.
detikcom bersama Bank BRI mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur, ekonomi, hingga wisata di beberapa wilayah terdepan. Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com!
(ujm/ujm)