Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengatakan pihaknya masih mempersiapkan dan mengkoordinasikan proses pencairan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan.
Askolani menargetkan, proses pencairan akan berlangsung selama satu sampai dua minggu ke depan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
BPJS Kesehatan sendiri memproyeksikan angka defisit keuangan sekitar Rp 32 triliun sampai akhir 2019. Angka defisit itu akan ditutupi sebagian dari penyesuaian iuran khususnya PBI pusat dan derah yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2019. Sehingga, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan akan membayarkan selisih dari Rp 23.000 ke Rp 42.000 sekaligus kepada BPJS Kesehatan yang tercatat selama lima bulan.
Begitu juga dengan penyesuaian iuran yang diberlakukan kepada PPU Pemerintah. Dalam Perpres, kenaikan iuran baru berlaku pada Oktober 2019. Dengan begitu, instansi yang dipimpin Sri Mulyani akan mencairkan sekitar Rp 13,56 triliun kepada BPJS Kesehatan.
Modal dari pemerintah akan bertambah sekitar Rp 5 triliun dari konsistensi BPJS Kesehatan menjalankan bauran kebijakan atas rekomendasi BPKP, potongan cukai rokok, dan intersep DAU atas tunggakan Pemda. Sehingga, pada akhir tahun 2019 sisa defisit anggaran BPJS Kesehatan tinggal Rp 14,28 triliun.
Namun, dana penyesuaian itu belum dicairkan atau diberikan kepada BPJS Kesehatan lantaran masih dalam proses koordinasi.
Sisa defisit sebesar Rp 14,28 triliun akan ditambal pada akhir 2020 dari keuangan BPJS Kesehatan yang surplus sebesar Rp 17,2 triliun. Jika dihitung, maka akhir 2020 defisit tertutup dan BPJS Kesehatan memiliki sisa surplus sekitar Rp 2,92 triliun.
Angka surplus keuangan BPJS Kesehatan ini sudah memperhitungkan penyesuaian premi semua kelompok pada 1 Januari 2020. Di mana, PBI pusat dan daerah menjadi Rp 42.000 per bulan per jiwa, peserta mandiri kelas I Rp 160.000 per bulan per jiwa, kelas II Rp 110.000 per bulan per jiwa, dan kelas III Rp 42.000 per bulan per jiwa.
(hek/ang)