Untuk itu, kemarin, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menuturkan pihaknya bakal memelototi instrumen investasi yang digunakan untuk penempatan dana nasabah dari perusahaan ke depannya. Pengetatan itu juga termasuk mewajibkan perusahaan melaporkan posisi neraca keuangan, instrumen investasi setiap bulan.
Lantas, bagaimana dengan BPJamsostek yang mengelola jaminan kematian, kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan sebagainya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dalam pelaporan yang menyangkut kinerja perusahaan ini BP Jamsostek sudah menyesuaikan ketentuan yang ada.
"Sudah (rutin tiap bulan lapor). Ada mekanisme dalam aturan kita harus laporkan kepada siapa. Itu sudah sesuai ketentuan, lalu kami tinggal melaporkan," jelas Agus.
Perlu diketahui, BP Jamsostek juga menaruh uangnya di investasi saham. Namun, investasi saham tersebut hanya 18% dari total instrumen. Investasi sahamnya pun dipastikan dalam saham berstatus LQ45 atau blue chip.
"Saham 18%. Saham kita LQ45. Full LQ45. Jadi kita nggak mau main yang goreng-gorengan," tegas Direktur Pengembangan Investasi BP Jamsostek Amran Nasution dalam kesempatan yang sama.
Sedangkan, 62 instrumen investasi BP Jamsostek adalah obligasi. Pembagiannya, obligasi tersebut terdiri dari 58% Surat Berharga Negara (SBN), dan 4% obligasi perusahaan BUMN dan swasta.
Kemudian, 10% nya investasi di deposito. Sehingga 72% investasinya memberikan pendapatan yang tetap atau fixed income.
Sebagai informasi, Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya akan merubah sistem pelaporan lembaga asuransi yang selama ini sudah dilakukan menjadi lebih detail.
Sistem pelaporan perusahaan asuransi nantinya tak hanya mengenai posisi neraca keuangan saja, tapi juga posisi instrumen investasi yang digunakan untuk penempatan dana nasabah dari perusahaan.
"Semuanya itu kan part daripada kita risk base supervision. Jadi semua posisi eksposurnya di investasi, baik di saham maupun reksa dana harus dilaporkan secara detail kepada otoritas," terang Wimboh di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Senin (13/1/2020).
Menurut Wimboh, laporan tersebut harus disampaikan kepada OJK setiap bulan untuk menghindari kesalahan investasi seperti yang menimpa Jiwasraya dan juga Asabri.
"Tentunya dengan laporan-laporan kita akan bisa melihat, mungkin selama ini beberapa lembaga asuransi atau IKNB kita sudah bisa melihat karena memang apa lagi sudah menjadi konsumsi publik bahwa ada permasalahan, tanpa laporan sudah kita lihat," tandas Wimboh.
(dna/dna)