Bank Indonesia (BI) dan Bareskrim Polri memusnahkan sekitar 50.000 lembar uang palsu yang ditemukan periode Januari 2017-Januari 2018.
Uang palsu yang ditemukan dari beragam pecahan mulai dari Rp 100 hingga Rp 100.000. Bank sentral menyebut peredaran uang palsu ini terus mengalami penurunan, tapi masyarakat diminta untuk tetap waspada dan berhati-hati.
Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Yudi Harymukti mengungkapkan uang palsu jika dilihat memiliki warna yang agak terang, kertas yang digunakan bisa lebih halus atau lebih kasar dibanding uang asli.
Hal ini karena uang palsu dicetak menggunakan printer laserjet dan inkjet. Dia menyebut uang palsu tidak memiliki tanda air seperti yang ada pada uang asli.
Uang palsu yang beredar biasanya lebih mudah rusak atau luntur jika kena air.
Untuk mencegah menjadi korban penerimaan uang rupiah palsu, masyarakat dihimbau untuk dapat mengenali ciri keaslian uang rupiah melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang), serta senantiasa menjaga dan merawat rupiah agar mudah mengenali keasliannya.
Dalam hal menemukan uang yang diragukan keasliannya, masyarakat dapat melakukan klarifikasi ke kantor BIa atau melalui bank terdekat, serta melaporkan kepada Kepolisian setempat apabila menemukan adanya tindak pidana pemalsuan uang rupiah di lingkungannya.
Bagaimana perkembangan peredarannya?
Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Yudi Harymukti mengungkapkan kasus uang palsu terus menurun sejak 2015.
Dia menjelaskan pada 2015, rasio rupiah palsu sebanyak 11 lembar per 1 juta uang asli yang beredar (piece per million). Rasio tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap satu juta lembar uang rupiah yang diedarkan, ditemukan 11 lembar uang rupiah palsu.
Pada tahun 2019 rasio peredaran uang palsu turun menjadi 8 lembar per 1 juta uang. Artinya, dalam setiap satu juta lembar uang rupiah yang diedarkan, ada 8 lembar uang rupiah palsu.
"Jadi terdapat penurunan sebanyak 3 piece per million (sejak 2015 ke 2019)," ujar Yudi di Gedung BI, Jakarta Pusat, Rabu (26/2/2020).
Dia mengungkapkan secara regional maupun di kawasan lain di dunia, mata uang rupiah masih relatif baik dari tindakan pemalsuan. Lantaran, dibandingkan dengan mata uang euro, poundsterling, maupun dolar Amerika Serikat (AS) yang rasionya sudah mencapai ratusan per 1 juta.
"Jadi dibandingkan itu, kita (rupiah) cukup baik," imbuhnya.
Menurut dia BI bakal terus melakukan upaya penanggulangan uang rupiah palsu, baik dari sisi preventif melalui penguatan kualitas unsur pengaman, sosialisasi, dan edukasi mengenai ciri keaslian uang rupiah. Hal tersebut untuk melindungi masyarakat dari risiko menjadi korban penerimaan uang rupiah palsu.
Serta untuk mendukung upaya represif guna memberikan efek jera kepada pelaku pemalsuan uang melalui kerja sama dengan aparat penegak hukum.
"Masyarakat juga dapat melakukan klarifikasi kepada BI kalau memiliki keraguan akan keaslian uang," jelasnya.
Wilayah mana paling banyak?
Kasubdit Uang Palsu Bareskrim Polri Kombes Pol Victor Togi Tambunan menjelaskan sepanjang Januari-Februari 2020, pihaknya bahkan berhasil mengungkapkan jaringan uang palsu di Jakarta, Bekasi, Bogor, Wonosobo, dan Magelang. Ada sekitar 21.700 lembar uang palsu dengan pecahan Rp 50.000, Rp 100.000, dan US$ 100.
"Sampai saat ini paling banyak diungkap di Pulau Jawa, di wilayah (luar Pulau Jawa) ada, tetapi tidak sebanyak yang di Pulau Jawa," kata Victor di Gedung BI, Jakarta, Rabu (26/2/2020).
Victor juga menyebut Bareskrim Polri bersama Bank Indonesia (BI) juga telah melakukan pemusnahan pada 50.087 lembar uang palsu denominasi rupiah, yang terdiri atas pecahan Rp 100.000 sampai dengan Rp 100. Uang palsu tersebut merupakan hasil temuan dari proses pengolahan uang dan klarifikasi masyarakat di BI selama Januari 2017 hingga Januari 2018 di Jabodetabek.
"Itu berasal dari uang palsu hasil klarifikasi dari masyarakat ke BI, uang palsu temuan perbankan dari setoran masyarakat, serta uang palsu temuan BI dari hasil setoran perbankan," kata dia.
Menurut Victor, dalam menindak kasus uang palsu sangat diperlukan kerja sama dan kesadaran dari masyarakat, yang menurutnya hingga saat ini masih rendah. Pasalnya, masyarakat masih enggan atau takut untuk melakukan pelaporan mengenai temuan uang palsu.
"Kami masih mengandalkan penyelidikan kami. Kalau masyarakat aktif memberikan informasi, tentunya kita akan lebih banyak lagi mengungkap peredaran uang palsu," ujar Victor.
Dia pun memastikan, pihaknya akan terus berupaya dalam mengawasi dan menindak tegas pelaku uang palsu yang meresahkan masyarakat, terlebih sudah mendekati Lebaran dan adanya Pilkada 2020. "Sehingga dikhawatirkan akan ada penyebaran uang palsu," imbuh dia.