Ini Dia Rencana Besar 'Obati' Jiwasraya

Ini Dia Rencana Besar 'Obati' Jiwasraya

Danang Sugianto - detikFinance
Sabtu, 29 Feb 2020 11:15 WIB
Kantor Pusat Jiwasraya
Ilustrasi/Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta -

Ribuan nasabah PT Asuransi Jiwasraya tengah merana, baik nasabah asuransi maupun produk JS Savings Plan. Mereka menunggu kejelasan pengembalian uang investasinya. Nasabah mana yang akan didahulukan?

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka-bukaan mengenai skema penyehatan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan ada beberapa skema untuk menyelamatkan perusahaan asuransi pelat merah ini.

Menurut sumber kami, ada beberapa alternatif pembayaran utang klaim Jiwasraya yang bisa dilakukan tahun ini. Pembayaran dilakukan dengan berbagai pertimbangan prioritas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Alternatif pertama dengan pertimbangan aspek legal. Pembayaran untuk polis tradisional dan Saving Plan dilakukan dengan nilai cicilan atau persentase yang sama.

Alternatif kedua, mempertimbangkan aspek keadilan sosial berdasarkan nilai tunainya. Pembayaran untuk polis tradisional dan Saving Plan akan dilunasi dengan nilai di bawah Rp 250 juta.

ADVERTISEMENT

Alternatif ketiga, mempertimbangkan aspek sosial berdasarkan tipe produk dan nilai tunai. Contohnya polis tradisional akan dilunasi, sementara untuk polis Saving Plan dilakukan pembayaran untuk polis yang memiliki nilai tunai di bawah Rp 250 juta.

Alternatif keempat dengan mempertimbangkan risiko investasi atas produk Saving Plan. Caranya dengan melunasi seluruh polis tradisional, lalu untuk polis Saving Plan hanya dibayarkan 50% dari nilai tunai polis.

Lalu bagaimana skema penyelamatannya?

Ini Dia Rencana Besar 'Obati' Jiwasraya

Untuk skema penyelamatannya ada tiga opsi. Dari tiga opsi tersebut opsi bail in dianggap yang paling optimal. Bail in yang dimaksud dukungan dana dari pemilik saham Jiwasraya.

Opsi ini dapat dilakukan melalui pembayaran penuh maupun sebagian. Meskipun ada risiko hukum berupa gugatan jika dilakukan pembayaran sebagian.

Opsi lainnya yakni bail out, yakni dukungan dana dari pemerintah. Opsi ini dianggap tidak bisa dilakukan lantaran belum ada aturan terkait dari OJK maupun KSSK.
Selain itu ada juga opsi likuidasi atau pembubaran perusahaan yang dianggap tak bisa dilakukan. Opsi ini harus dilakukan melalui OJK, serta memiliki dampak sosial dan politik yang cukup signifikan.

Sumber kami menuturkan, Jiwasraya kini menanggung utang klaim yang begitu besar. Hingga 17 Februari 2020 total utang klaim Jiwasraya mencapai Rp 16,7 triliun.

Nah dari utang klaim yang menggunung itu sekitar 97%-nya berasal dari produk JS Saving Plan yang mencapai Rp 16,3 triliun terhadap 17.370 pemegang polis. Sisanya utang klaim tradisional korporasi Rp 200 miliar dan utang klaim tradisional ritel Rp 200 miliar.

Utang itu juga membuat keuangan Jiwasraya berantakan. Perusahaan mengalami defisit ekuitas atau modal hingga Rp 29 triliun.

Lalu, selain utang klaim, Jiwasraya juga tercatat memiliki utang polis tradisional mencapai Rp 35 triliun. Perusahaan memiliki aset hingga Rp 22 triliun, tapi aset itu tidak likuid dan berkinerja buruk.

Parahnya lagi, risk based capital (RBC) atau rasio solvabilitas Jiwasraya mencapai -1.307%. Rasio ini untuk mengukur kesehatan finansial perusahaan asuransi. Angka itu jauh melewati batas minimal RBC yang ditetapkan dalam peraturan OJK 120%.

Ada beberapa faktor yang membuat Jiwasraya tekor begitu besar. Pertama manajemen Jiwasraya sebelumnya tidak melakukan pengelolaan investasi dengan prinsip kehati-hatian.

Investasi yang dilakukan manajemen lama terpusat pada saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Produk investasi pasar modal yang ditempatkan itu juga terindikasi dilakukan pembentukan harga.

Dari sisi produk, manajemen Jiwasraya yang lama membuat kesalahan dengan mengeluarkan produk yang tidak wajar, seperti JS Saving Plan. Produk itu menawarkan bunga tinggi melebihi kewajaran produk serupa.


Hide Ads