Oleh karena itu, Bambang mengaku dalam waktu dekat OJK akan menyebarkan surat cinta kepada perusahaan multifinance, isinya berupa imbauan untuk mematuhi POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan.
Dalam Peraturan OJK nomor 35 pasal 65 berbunyi, pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK. Sertifikasi profesi bagi debt collector tersebut biasanya dikeluarkan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI).
Bambang menegaskan seluruh leasing harus mematuhi POJK Nomor 35 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Dalam beleid ini diatur mengenai jelas mengenai tata cara penarikan jaminan fidusia berupa kendaraan seperti motor atau mobil. Salah satunya adalah mewajibkan debt collector bersertifikat, serta melengkapi debt collector dengan dokumen-dokumen yang menyatakan para nasabah melakukan wanprestrasi atau ciderai janji.
Menurut Bambang, bagi leasing yang masih nekat menggunakan jasa debt collector tanpa sertifikat akan berdampak besar bagi industri multifinance nasional. Sehingga sanksi yang diberikan pun bisa berujung pada pencopotan direksi hingga ditutup perusahaannya.
"SP sudah pasti kalau impact-nya ke industri makin besar kita ukur-ukur lagi. Direksinya fit and Proper. Ada urutannya namanya sanksi ada SP1, SP2, SP3. Terberatnya perusahaannya tutup," tegasnya.
(hek/ang)