Dalam menanggulangi virus Corona (COVID-19), pemerintah sudah mengusulkan pelebaran defisit anggaran sampai 5,07% dari produk domestik bruto (PDB) dari yang sebelumnya hanya 1,76%.
"Defisit anggarannya dibiayai oleh bank sentral, kita bisa lakukan," kata Chatib dalam video conference, Jakarta, Selasa (21/4/2020).
Menutup kebutuhan biaya akibat pelebaran defisit bisa dilakukan dengan modern monetary theory (MMT) seperti yang dilakukan negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam menutupi seluruh kebutuhan penanggulangan COVID-19 dengan mencetak uang.
Untuk Indonesia, dikatakan Chatib bisa dilakukan hanya saja terbatas. Sebab banyak risiko yang bakal ditanggung pemerintah ketika mencetak uang dalam jumlah yang banyak, salah satunya lonjakan angka inflasi.
"Karena jangan lupa bahwa dalam kondisi saat ini, produksi turun. Jadi suplainya juga turun. Kalau kita cetak uang, itu kan berarti menambah demand pada saat supply turun, yang terjadi adalah inflasi naik," jelasnya.
Baca juga: Rp 405 Triliun Cukup Buat Lawan Corona? |
Lebih lanjut Chatib mengungkapkan, pemerintah dan Bank Indonesia harus hati-hati jika ingin menerapkan teori ini. Pemerintah sendiri bisa melakukan hal tersebut karena sudah tertuang dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Berdasarkan beleid itu, BI bisa membeli surat utang pemerintah atau government bond di pasar primer.
"Uang ada, tapi tidak bisa terus-menerus, dan jumlahnya tidak bisa terlalu signifikan, seperti di AS," kata Mantan Menteri Keuangan ini.
(hek/dna)