Badan Anggaran DPR RI mengusulkan Bank Indonesia (BI) mencetak uang hingga Rp 600 triliun sebagai langkah pencegahan dampak virus Corona (COVID-19) kian melebar ke perekonomian. Namun, usulan tersebut dikritik keras oleh pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira.
Ia berpendapat, usulan ini akan berdampak besar pada perekonomian Indonesia, salah satunya inflasi tinggi yang akhirnya meruntuhkan daya beli masyarakat. Ia mengatakan, seharusnya usulan pencetakan uang ini dipertimbangkan juga dengan permintaan akan rupiah.
"Usulan yang tidak berdasarkan pada permintaan ini bisa menyebabkan hyper inflasi atau inflasi yang sangat tinggi. Ujungnya bisa memukul daya beli masyarakat," kata Bhima kepada detikcom, Kamis (30/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima mengungkapkan, cara ini memang sudah dilakukan negara lain seperti Amerika Serikat (AS). Namun, ia menegaskan Indonesia tak bisa berkiblat pada Negeri Paman Sam.
"Governance kita kan juga nggak sebaik Bank Sentral AS. Mereka kan sudah melakukan quantitave easing (QE) tahun 2008. Jadi mereka sudah pernah punya pengalaman dan berbeda. Karena Indonesia tidak bisa disamakan dengan AS. AS kan cetak dolar, di mana dolar AS itu dipercaya untuk pembayaran ekspor dan impor," ujarnya.
Baca juga: Kenapa RI Tak Cetak dan Bagi-bagi Uang? |
Bahkan, menurut Bhima usulan cetak uang Rp 600 triliun ini sama saja upaya 'bunuh diri'.
"Jadi Indonesia kalau melakukan hal yang sama dengan Amerika Serikat ya kita bisa bunuh diri. Siapa yang mau menyerap rupiah sebanyak itu?" tutur Bhima.
Simak Video "Video: Tampang Penipu yang Ngaku Bisa Gandakan Uang di Cilacap"
[Gambas:Video 20detik]