Pandemi COVID-19 berdampak pada sektor keuangan. Hal ini sempat membuat investor panik dan mengubah aset yang dinilai terlalu berisiko.
Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya menjelaskan saat ini para investor harus mampu melakukan diversifikasi aset. Dia menyebut hal ini untuk meminimalisir dampak volatilitas portofolio yang kemungkinan masih terjadi.
"Untuk investor dengan profil risiko balanced adalah 30% di reksa dana saham, 35% reksa dana pendapatan tetap, 25% di reksa dana pasar uang, dan 10% di deposito," jelas Ivan dalam diskusi, Selasa (12/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ivan menjelaskan investor dengan profil risiko agresif idealnya memiliki portofolio yang terdiri dari 60% reksa dana saham, 25% reksa dana pendapatan tetap dan 15% reksa dana pasar uang, untuk tidak lupa agar tetap aman investasi dari rumah saja melalui digital yaitu bisa dari internet atau mobile banking.
Menurut dia volatilitas pasar selalu cenderung meningkat di tengah ketidakpastian yang terjadi. Dengan terganggunya aktivitas ekonomi di sebagian besar belahan dunia saat ini akibat mewabahnya COVID-19, para ekonom memperkirakan akan terjadi kontraksi ekonomi dunia pada dua hingga tiga kuartal pertama pada tahun ini.
Dia mengatakan para pembuat kebijakan di setiap negara sudah sepenuhnya memperhatikan perkembangan pandemi ini dan terlihat bersedia untuk melakukan apapun untuk membendung krisis.
Kebijakan stimulus moneter maupun fiskal yang sudah dikeluarkan oleh bank sentral dan pemerintah dari berbagai negara dianggap telah berhasil meredakan kepanikan dan volatilitas pasar keuangan global maupun domestik. "Semua kebijakan ini memberikan stimulus positif untuk mengimbangi kontraksi ekonomi yang akan terjadi," jelas Ivan.
Saat ini dalam negeri, Bank Indonesia (BI) telah melakukan berbagai kebijakan moneter mulai dari pemotongan suku bunga sebanyak 50 bps sepanjang tahun ini, melakukan intervensi pasar untuk stabilisasi rupiah dan obligasi pemerintah, hingga menurunkan Giro Wajib Minimum untuk meningkatkan likuiditas perbankan.
Dari sisi kebijakan fiskal, Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan stimulus senilai Rp405,1 triliun yang difokuskan kepada 4 hal yakni keselamatan dan kesehatan dengan tambahan anggaran sebesar Rp75 triliun, perlindungan sosial senilai Rp110 triliun, insentif ekonomi (perpajakan dan stimulus kredit) senilai Rp70,1 triliun serta Rp150 triliun untuk pembiayaan pemulihan ekonomi nasional.
Stimulus tersebut setara dengan 2,41% terhadap PDB, yang merupakan jumlah yang besar jika dibandingkan dengan stimulus yang sebelumnya pernah diberikan pemerintah ketika krisis terjadi.
(kil/fdl)