Pemerintah Jelaskan Skenario Talangan Likuiditas untuk Perbankan

Pemerintah Jelaskan Skenario Talangan Likuiditas untuk Perbankan

vad - detikFinance
Rabu, 13 Mei 2020 12:38 WIB
Pengembalian Uang Korupsi Samadikun

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Toni Spontana (tengah) menyerahkan secara simbolis kepada Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto (ketiga kanan) uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI) dengan terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5/2018). Mantan Komisaris Utama PT Bank Modern Samadikun Hartono terbukti korupsi dana talangan BLBI dan dihukum 4 tahun penjara serta diwajibkan mengembalikan uang yang dikorupsinya sebesar Rp 169 miliar secara dicicil. Grandyos Zafna/detikcom

-. Petugas merapihkan tumpukan uang milik terpidana kasus korupsi BLBI Samadikun di Plaza Bank Mandiri.
Foto: grandyos zafna
Jakarta - Pemerintah sudah menerbitkan kebijakan restrukturisasi kredit sebagai stimulus perekonomian di tengah pandemi virus Corona (COVID-19). Dalam restrukturisasi tersebut, perbankan sudah diinstruksikan untuk memberikan kelonggaran iuran pokok dan bunga bagi debiturnya, terutama untuk debitur UMKM.

Dalam pelaksanaan program tersebut, perbankan memerlukan likuiditas yang cukup. Bahkan, sebelumnya Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memprediksi likuiditas yang diperlukan untuk keseluruhan program restrukturisasi kredit yakni sekitar Rp 600 triliun. Oleh sebab itu, pemerintah akan menempatkan dana melalui hasil penjualan Surat Berharga Negara (SBN) yang dibeli oleh BI kepada bank peserta.

Bank peserta inilah yang akan menyediakan dana penyangga likuiditas bagi bank pelaksana yang memberikan restrukturisasi kredit kepada debiturnya. Nah, dalam penempatan dana kepada bank peserta ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Nathan Kacaribu menegaskan langkah ini bukan sebagai bisnis penyelamatan perbankan.

"Lagi-lagi ini saya tegaskan, ini bukan dalam bisnis penyelamatan perbankan," tegas Febrio dalam media briefing virtual Kemenkeu, Rabu (13/5/2020).

Bahkan, ia mengatakan pemerintah tak dalam upaya mengambil alih tugas BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penyelamatan perbankan ini.

"Pemerintah tidak berusaha mengambil alih tugas BI dan OJK," ungkap Febrio.

Pasalnya, dalam penempatan dana pemerintah ini, menurutnya hanya diberikan kepada bank yang sehat secara likuiditasnya. Selain itu, ia memprediksi hanya sedikit bank-bank pelaksana yang membutuhkan bantuan likuiditas dalam waktu dekat dan jumlah yang besar.

"Peluang untuk dilakukan lebih banyak atau early itu sangat terbatas. Kalau pun ada itu hanya 1-2 bank karena memerlukan likuiditas karena melakukan restrukturisasi. Tapi ingat ini kita hanya melakukan ini untuk bank sehat, bukan bank yang terancam likuiditas yang ke arah tidak sehat. Itu sudah ada mekanismenya di PLJP dan PLK, ini jauh sebelum itu," imbuh dia.

Selain itu, ia juga menegaskan sejauh ini tak ada permasalahan likuiditas di perbankan selama melakukan restrukturisasi. Pasalnya, perbankan masih punya cadangan likuiditas yang bisa diperoleh dari merepokan SBN ke BI.

"Saat ini SBN yang ada di perbankan sekitar Rp 700 triliun, dan dengan peraturan yang berlaku ada Rp 400 triliun SBN yang bisa direpo ke BI. Jadi tidak ada masalah likuditas dari perbankan kalau melakukan restrukturisasi hanya selama 6 bulan. Jadi tidak ada masalah pelik di perbankan sejauh ini," pungkasnya.


(dna/dna)

Hide Ads