Penyaluran kredit yang rendah kerap dianggap berarti ekonomi tidak jalan. Bukan hanya itu, ada anggapan juga bank tidak mau menyalurkan kredit.
Menurut Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani, pandangan itu harus dibalik. Dia mengatakan, penyaluran kredit bank sendiri sebenarnya mengikuti aktivitas ekonomi.
"Kadang orang melihat kredit bank nggak tumbuh berarti ekonomi nggak bagus, harus dibalik, bank follow the trade kalau nggak ada ekonomi tumbuh tidak ada permintaan kredit nggak mungkin bank nawar-nawarin kredit," katanya dalam Kajian Tengah Tahun Indef, Kamis (23/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sering kali orang menganggap bank uangnya banyak kenapa nggak mau kasih kredit," tambahnya.
Dia mengatakan, perlu dipahami jika dari sisi permintaan belum mengalami peningkatan. Dia mengatakan, saat new normal bukan berarti otomatis pendapatannya naik menjadi seperti biasanya.
Lanjutnya, butuh waktu paling tidak 3-4 bulan untuk menilai ekonomi tumbuh atau tidak. Atau kalau dari sekarang, sekitar dua bulan lagi di September.
"Kita lihat new normal ini masyarakat kita belum otomatis pendapatan naik jadi biasanya. Butuh time lag 3 bulan atau 4 bulan kalau mau lihat ekonomi tumbuh atau tidak kemungkinan bulan September. Oleh karena itu mungkin tidak perlu dipaksakan harus menyalurkan tapi demand side," jelasnya.
Lanjut Aviliani, pada kuartal III ada harapan dari sisi permintaan sejalan dengan membaiknya belanja pemerintah. Belanja pemerintah akan memberikan pada banyak sektor.
"Kalau sektor riil tumbuh otomatis bank akan menyalurkan. Jadi menurut saya supply side yang dikeluarkan kebijakannya daripada demand side, sehingga seolah-olah tidak mau menyalurkan kredit," terangnya.
Baca juga: Jurus Perbankan Bertahan di Tengah Corona |
(acd/eds)