Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso menceritakan Indonesia sempat melalui beberapa krisis selama 20 tahun terakhir.
Misalnya periode 1998 Indonesia mengalami krisis moneter dengan jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga rasio kecukupan modal (CAR) perbankan yang minus hingga belasan persen, selanjutnya non performing loan (NPL) yang minus hingga 48%.
Dia menyebut 10 tahun kemudian Indonesia kembali dilanda krisis dengan gagalnya korporasi besar. Hal ini berdampak pada nilai tukar rupiah dan suku bunga perbankan. Kemudian 5 tahun kemudian kembali terjadi krisis global dan Indonesia kembali terdampak pada nilai tukar rupiah dan inflasi namun CAR perbankan masih 18,62%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu korporasi besar yang mengonsumsi kredit valas terdampak. BRI yang fokus pada UMKM tidak terdampak. "Krisis sekarang ini oleh penyakit dan bukan regional domestik tapi mengglobal, memang penyakit tidak milih-milih," kata dia dalam diskusi virtual, Rabu (29/7/2020).
Dia mengatakan, tekanan perekonomian yang terjadi akibat pandemi ini memang menyerang seluruh segmen mulai dari nasabah UMKM sampai korporasi. Karena itu BRI yang nasabahnya paling banyak berasal dari UMKM dilakukan restrukturisasi. Dia mengatakan mulai dari restrukturisasi ringan sampai yang berat.
"Saya menebar optimisme, restrukturisasi puncak pada April kemudian dari sisi nasabah tertinggi pada Mei, alhamdulillah Juni sudah turun lagi. Ini artinya tanda-tanda baik," jelas dia.
Menurut Sunarso, saat ini memang setelah pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan aktivitas ekonomi mulai bergerak kembali terjadi penambahan kasus.
"Kalau sekarang yang positif meningkat lagi, tapi kalau diam saja jumlah restrukturisasinya naik lagi," jelas dia.
(kil/fdl)