PT Bank Tabungan Negara (BBTN) (Persero) Tbk mencetak laba bersih senilai Rp 768 miliar pada semester I-2020 ini. Perolehan laba tersebut salah satunya ditopang oleh pendapatan bunga bersih sebesar Rp 4,43 triliun.
"Meski kita sempat terpengaruh oleh Corona, tapi kita ada perbaikan bisa dilihat dari perolehan laba bersih kita pada semester I ini melebihi ekspektasi kami. Kami optimistis, hingga akhir tahun nanti target laba BTN masih on-track, sejalan dengan mulai adanya peningkatan permintaan kredit pada Juni 2020," ujar Direktur Utama Bank BTN Pahala Nugraha Mansury dalam acara Media Briefing Kinerja Semester I-2020 BTN, Senin (3/8/2020).
Capaian pendapatan bunga bersih BBTN tersebut disumbang oleh kenaikan pada penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar 0,32% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari Rp 251,04 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp 251,83 triliun di periode yang sama tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Subsidi Bank BTN terekam menjadi penyumbang pertumbuhan kredit BBTN secara keseluruhan.
"KPR Subsidi yang menempati porsi sebesar 45,11% dari total portofolio kredit di Bank BTN tersebut tumbuh positif di level 5,84% yoy. Per semester I-2020, KPR Subsidi Bank BTN tercatat naik dari Rp 107,34 triliun pada semester I/2019 menjadi Rp 113,61 triliun," sambungnya.
Selain KPR Subsidi, emiten berkode saham BBTN ini juga mengeruk laba dari KPR Non-subsidi, kredit perumahan lainnya, dan kredit konstruksi yang masing-masing naik menjadi Rp 79,87 triliun, Rp 7,56 triliun, dan Rp 27,87 triliun per semester I/2020.
"Dengan penyaluran tersebut, total KPR di Bank BTN tumbuh sebesar 2,47% yoy dari Rp 188,82 triliun menjadi Rp 193,49 triliun per 30 Juni 2020," tambahnya.
Kemudian, di segmen kredit non perumahan, perseroan menyalurkan kredit senilai Rp 22,91 triliun per akhir Juni 2020. Selain KPR dan kredit, laba bersih perseroan juga diperoleh dari operasional di luar provisi sebesar Rp 1,99 triliun.
Kredit Macet
BTN juga masih mampu menurunkan rasio kredit bermasalahnya (non performing loan/NPL) selama diserang pandemi.
"Saat terjadi pandemi COVID-19, kita lihat angka NPL kita justru menurun, jadi dari triwulan pertama itu angka NPL sempat menyentuh 4,9%, namun di triwulan kedua ini bisa ditutup di angka 4,7%," ujar Pahala.
Selain itu, Perseroan tercatat menyiapkan rasio pencadangan yang cukup besar. Pada semester I/2020, Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Bank BTN melonjak ke level 107,90%. Posisi tersebut melesat jauh dari 37,87% pada periode yang sama tahun lalu. Menurut Pahala, pemupukan pencadangan tersebut merupakan inisiatif perseroan dalam rangka menjaga kualitas pertumbuhan bisnis di tengah pandemi.
"Coverage-nya juga atau ratio total pencadangan terhadap angka NPL kita dibandingkan periode-periode sebelumnya menunjukkan adanya perbaikan di mana rasio tersebut, pencadangan berbandingkan dengan total NPL kita mencapai hampir 108%," sambungnya.
Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank BTN pun terpantau naik 2,99% yoy dari Rp 219,76 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp 226,32 triliun di bulan yang sama tahun ini. Pertumbuhan tersebut disumbang peningkatan perolehan giro sebesar 13% yoy dari Rp 52,88 triliun pada menjadi Rp 59,75 triliun di kuartal II/2020.
Dengan peningkatan giro tersebut, Bank BTN mencatatkan kenaikan dana murah (Current Account Savings Account/CASA) sebesar 3,75% yoy dari Rp 92,83 triliun menjadi Rp 96,32 triliun per semester I/2020.
"Secara bertahap kami terus meningkatkan porsi dana murah dengan memangkas porsi dana mahal," tuturnya.
Kinerja positif pada kredit dan DPK tersebut juga turut mengerek naik aset BBTN sebesar 0,68% yoy menjadi sebesar Rp 314,60 triliun.
Sementara untuk likuiditas, Liquidity Coverage Ratio (LCR) perseroan naik ke level 132,22% pada semester I/2020 dari 105,50% di periode yang sama tahun sebelumnya. Permodalan (Capital Adequacy Ratio/CAR) BBTN pun kian menguat untuk menopang laju bisnis dari level 16,99% menjadi 19,10% per semester I/2020.
Dengan likuiditas yang sangat kuat ini, perseroan optimis akan dapat melalui masa pandemi dengan baik. Apalagi, profil restrukturisasi yang harus dilakukan perseroan pun diproyeksi turun drastis hingga akhir 2020.
(eds/eds)