Nasabah Minna Padi Resah, Sudah Setahun Dananya Belum Dikembalikan

Nasabah Minna Padi Resah, Sudah Setahun Dananya Belum Dikembalikan

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 14 Sep 2020 15:45 WIB
Ilustrasi THR
Ilustrasi/Foto: Muhammad Ridho
Jakarta -

Para nasabah pemegang reksa dana Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) kembali teriak mengutarakan keresahannya. Sebab sudah mendekati setahun sisa pembayaran sekitar 80% masih belum diterima.

Salah satu nasabah MPAM Yanti menjelaskan, para nasabah sudah melakukan beberapa upaya mulai dari ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai ke Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI pada tanggal 25 Agustus 2020 lalu, namun masih belum ada hasilnya.

"Nasabah-nasabah sudah sangat membutuhkan pengembalian dana mereka terutama para manula pensiunan dan yang perlu berobat," tuturnya dalam keterangan tertulis, Senin (14/9/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yanti, menjelaskan menurut peraturan yang digunakan OJK dalam membubarkan atau melikuidasi MPAM, seharusnya perusahaan sudah membayarkan dana nasabah dalam 7 hari bursa setelah dibubarkan. MPAM sendiri dibubarkan pada 25 November 2019, jadi seharusnya nasabah dibayar paling lambat pada awal Desember 2019.

"Demikian pula dalam RDP 25 Agustus 2020 lalu, dikatakan dengan tegas oleh Bapak Hoesen, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK, bahwa MPAM bertanggungjawab penuh untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada nasabah karena pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan MPAM sehingga dibubarkan dan dilikuidasi oleh OJK," terangnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Yanti, kasus MPAM adalah kasus pelanggaran yang terjadi di tahun 2019 sehingga dijatuhkan sanksi pembubaran dan likuidasi oleh OJK. Menurutnya hal itu bukan kasus gagal bayar seperti yang marak terjadi di tahun ini.

"Nasabah juga kecewa dan geram karena pada kenyataannya sanksi OJK atas pelanggaran MPAM tersebut dijadikan alasan oleh MPAM untuk tidak membayar kepada nasabah-nasabah. Yang lebih parah lagi adalah OJK telah memberikan kompromi-kompromi kepada MPAM untuk tidak membayar dalam 7 hari bursa," terangnya.

Dalam keputusan diizinkan skema pembayaran dilakukan pada 11 Maret 2020 yang menurut Yanti sudah dibayarkan sekitar 20% dan pada tanggal 18 Mei 2020 yang sampai sekarang belum ada realisasi.

Yanti juga mengungkapkan pihak MPAM belum lama ini meminta kepada beberapa nasabah untuk mengirim surat kepada OJK dan menyetujui menerima pembayaran dalam bentuk saham dari reksadana yang sudah dilikuidasi. Menurutnya itu adalah siasat yang merugikan nasabah.

"Itu yang kebanyakan sudah tidak ada nilainya pula. Apakah ada dasar hukumnya bahwa MPAM membayar nasabah dengan saham. Sejauh ini, pembayaran reksa dana yang ada adalah dengan cash dari hasil Unit X NAB. Banyak nasabah menjadi bingung dan mungkin juga ikut mengirim surat tersebut ke OJK tanpa sadar akan implikasinya," terangnya.

"Oleh karena itu nasabah meminta penjelasan kepada OJK kenapa MPAM yang bersalah, dan dikenakan sanksi, tapi menjadikan nasabah sebagai korban. Di mana fungsi dan tanggung jawab OJK dalam melindungi Konsumen? OJK sudah diberikan kekuasaan dan kewenangan yang sangat besar oleh Negara sebagai regulator, supervisor dan eksekutor dalam hal keuangan dengan tujuan untuk melindungi masyarakat/konsumen," tambah Yanti.




(das/ara)

Hide Ads