Jakarta -
Masyarakat perlu berhati-hati karena marak kasus gagal bayar di industri keuangan Indonesia. Tak sedikit korban yang uangnya raib tak dikembalikan oleh lembaga yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan catatan detikcom, yang paling segar ada kasus gagal bayar dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) LiMa Garuda yang dikabarkan gagal bayar dana simpanan 500 anggota hingga Rp 400 miliar.
Sementara sebelumnya heboh kasus gagal bayar oleh KSP Indosurya Cipta (ISP). Salah satu korban yang tak mau disebutkan namanya pernah mengatakan ada 5 ribu lebih nasabah yang sudah mengajukan kasus ini ke PKPU. Total utang yang belum dibayarkan koperasi sekitar Rp 13,8 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara berdasarkan laporan keuangan ISP pada 2018, jumlah simpanan mencapai Rp 10,4 triliun.
"Kalau koperasi kan dari dulu sebenarnya sudah banyak ya kejadian-kejadian seperti itu," kata Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho saat dihubungi detikcom, Minggu (4/10/2020).
Orang-orang mempercayakan uangnya disimpan di koperasi, dijelaskan Andy tentu saja karena ingin nilai uangnya bertambah. Sebab biasanya lembaga-lembaga semacam itu menyediakan jasa untuk mengelola uang siapa saja agar nilainya bertambah.
Sayangnya tak jarang yang dialami masyarakat sebaliknya. Ketika mereka menyimpan uangnya di lembaga seperti KSP maupun lembaga investasi harus gigit jari. Sebab, bukannya duitnya bertambah, yang ada malah tak kembali.
"Jadi kan memang kan semua itu berawal dari kita (yang bertujuan) dengan menginvestasikan uang kita biar berkembang lebih cepat. Nah salah satu bentuknya adalah biasanya yang ditawarkan dalam bentuk kayak kita biasanya menyebutnya menabung gitu ya, di koperasi salah satunya," tambahnya.
Agar tak menjadi korban, masyarakat harus apa? Lanjut ke halaman berikutnya.
Agar tak mengalami kejadian seperti itu, ada dua hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat seperti yang dijelaskan Andy.
"Nah, sebenarnya sih biar kita nggak terjebak gagal bayar seperti itu yang perlu kita lihat, nggak cuma berbentuk koperasi ya tapi instrumen investasi, pertama adalah cek dulu legalitas perusahaan tersebut," kata dia.
Dia menjelaskan masyarakat bisa mengecek legalitas lembaga keuangan tersebut di Kementerian Koperasi dan UKM bila berbentuk koperasi. Sementara untuk lembaga keuangan lainnya bisa dicek di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kalau bentuknya koperasi berarti kan ke Kementerian Koperasi ya. Sementara yang berbentuk misalnya perusahaan-perusahaan investasi bisa kita cek di daftarnya OJK. Nah itu pertama kita cek dulu legalitasnya," sebutnya.
Hal kedua yang perlu dicermati adalah imbal hasil yang diberikan masuk akal atau tidak. Jika terkesan tidak masuk akal maka patut diwaspadai.
"Imbal hasilnya dikatakan per bulan bisa sampai sekian belas persen atau bahkan sekian puluh persen kan. Nah tapi bisnisnya bisa dibilang menurut kita biasa-biasa saja. Misalnya bisnis perdagangan atau yang waktu itu kan ada yang menyebutnya perkebunan, pertanian gitu ya. Apa iya bisnis seperti itu memiliki imbal hasil yang sedemikian besar?," ujarnya.
Bila teliti maka mudah bagi kita untuk menimbang-nimbang bahwa imbal hasil yang ditawarkan masuk akal atau tidak.
Lalu adakah tempat menyimpan uang yang memberikan imbal hasil besar tapi aman? Jawabannya di halaman selanjutnya.
Di mana sebaiknya masyarakat mempercayakan uangnya untuk dikelola? Menjawab hal tersebut, Andy menilai bahwa itu kembali lagi kepada masing-masing orang.
"Sebenarnya kalau berbicara tentang yang paling aman tentunya kembali lagi profil kemampuan kita menerima risiko seperti apa. Artinya kita nggak bisa sama ratakan," katanya.
Dijelaskannya, setiap orang memiliki profil risiko yang berbeda-beda. Ada yang bersifat konservatif, modern, dan agresif. Artinya ada orang yang cenderung berani ambil risiko, ada pula yang berusaha seminimal mungkin menghadapi risiko.
Namun prinsipnya, biasanya yang tinggi risiko mereka menawarkan imbal hasil yang tinggi juga. Sebaliknya, yang menawarkan risiko rendah mereka memberikan imbal hasil yang rendah juga.
"Kan sederhananya kalau kita memang high risk high return, low risk low return. Pasti kan seperti itu. Jadi kalau kita memang mau risiko yang sekecil mungkin, seminim mungkin, risikonya ada nggak? Nggak ada, (tapi) duit kita mungkin berkembangnya nggak optimal," jelasnya.
Terlepas dari itu, dia menjelaskan bahwa semuanya pasti mengandung risiko. Tinggal bagaimana meminimalkan risikonya dengan melakukan penelitian lebih dulu sebelum mempercayakan uang kita kepada lembaga keuangan.
"Jadi mesti dipahami juga bahwa semuanya itu pasti ada risikonya. Jadi sekecil apapun pasti ada risikonya," tambah dia.