Rasio non performing loan atau kredit bermasalah di perbankan bisa membengkak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut hal ini bisa terjadi karena ada potensi gagal bayar dari program restrukturisasi kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan yang direstrukturisasi dan menjadi gagal bayar atau real NPL selama 3 bulan terakhir turun, tapi pada 3 bulan terakhir naik.
"Di 3 bulan pertama naik terakhir di angka 3,2%, kalau naik sangat pelan," kata Wimboh dalam konferensi pers virtual, Senin (2/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan bank bisa mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan pencadangan. Menurut dia kondisi perbankan masih kuat dalam menghadapi pandemi COVID-19 dan menuju pemulihan.
"Kami harapkan perbankan tetap harus monitor bagaimana kita juga jeli dan me-manage betul kenaikan NPL ini kami yakin perbankan tetap akan objektif dalam membentuk pencadangan bila diperlukan," jelas dia.
Menurut Wimboh hingga September 2020 profil risiko lembaga jasa keuangan masih terjaga dalam level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15% atau menurun bila dibandingkan dengan posisi Agustus di 3,22%.
Sementara itu, OJK juga mencatat hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp914,65 triliun dengan menjangkau 7,53 juta debitur. Dimana debitur UMKM mendominasi di 5,88 juta debitur penerima.