Begini Kronologi Gagal Bayar Indosterling Optima yang Bikin Heboh

Begini Kronologi Gagal Bayar Indosterling Optima yang Bikin Heboh

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 16 Nov 2020 12:56 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Ilustrasi/Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Kasus gagal bayar investasi kembali muncul di tengah pandemi COVID-19. Kali ini kasusnya menimpa nasabah PT Indosterling Optima Investa (IOI).

Perkara ini merupakan gagal bayar untuk produk Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil 9-12% setiap tahunnya.

Menurut kuasa hukum nasabah IOI, Andreas dari Global Eternity Law Firm, produk tersebut sudah dipasarkan sejak 2018/2019. Namun pada April 2020 pembayaran bunga HYPN mulai tersendat hingga terjadi gagal bayar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau menurut PKPU, nasabah Indosterling mencapai 1.200-2.000 orang, dengan total dana dihimpun kurang lebih Rp 2-3 triliun. Tapi berdasarkan terlapor bilangnya Rp 1,99 triliun," kata Andreas saat dihubungi detikcom, Senin (16/11/2020).

Pengacara dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm itu menaungi 58 nasabah IOI dengan total kepemilikan dana di produk investasi HYPN sebanyak Rp 95 miliar.

ADVERTISEMENT

Klien Andreas memilih tidak ikut dalam PKPU. Mereka memilih jalur pidana dengan melaporkan ke Bareskrim Polri sejak 6 Juli 2020. Ada tiga pihak yang dilaporkan yakni PT IOI, SWH (Sean William Hanley) selaku direktur, dan JBP (Juli Berliana Posman) selaku komisaris.

"PKPU sudah putus cuma klien saya itu tidak ikut di PKPU-nya. Mereka lebih memilih jalur pidana. Kalau PKPU kan bisa aset itu kalau pailit, kalau tidak ya akan lama. Mereka menawarkan pencairan kalau tidak salah 4-7 tahun. Klien saya tidak mau, mereka maunya sesuai perjanjian saja, atau minimal kembalikan sekian, sisanya boleh pakai aset," terangnya.

Selain itu menurut informasi yang didapat Andreas ternyata IOI tidak memiliki izin dari BI maupun OJK.

"Berdasarkan kawan lawyer yang satu lagi katanya sudah bersurat ke BI dan surat itu sudah diberikan ke penyidik. Memang tidak ada izin, padahal dalam perjanjian mereka ada ditulis di pasal 6 huruf e dia memiliki segala jenis izin termasuk lembaga keuangan. Izinnya dia hanya perdagangan saja, kalau menghimpun dana kan nggak bisa hanya itu," terangnya.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Mengutip CNBC Indonesia, Kuasa hukum William Henley, Hardodi dari HD Law Firm memang membenarkan kliennya ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri Cq Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus pada 30 September 2020.

Informasi ini juga disampaikan di keterbukaan informasi dengan Nomor: S-06953/BEI.PP1/11-2020. Hal ini mengingat William Henley adalah Komisaris dari PT Indosterling Technomedia Tbk (TECH), anak usaha dari PT Indosterling Sarana Investa. Saat ini, perkembangan proses hukum tersebut telah memasuki tahap penyidikan.

Namun, penetapan tersangka tersebut bukan berarti kliennya telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan oleh pelapor. Sebab, menurutnya, dalam penegakan hukum di Indonesia, ada asas praduga tidak bersalah yang diatur dalam Penjelasan Umum KUHAP butir 3 huruf c dan di dalam pasal 8 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Adapun, upaya hukum yang saat ini sedang ditempuh tim kuasa hukum adalah menyelesaikan kewajiban melalui putusan homologasi kepada nasabah melalui putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.174/PDT-SUS/PKPU/2020/PN.NIAGA.JKT.PST pada 2 Agustus 2020.

Selanjutnya, langkah lainnya ialah mengikuti proses hukum sesuai hukum acara pidana dan melakukan pendekatan dengan nasabah yang tidak terkait dengan putusan PKPU secara persuasif.

"Kami juga menyiapkan langkah hukum praperadilan," kata Hardodi, dalam suratnya yang diterima CNBC Indonesia, Senin (16/11/2020).

Adapun dalam keterbukaan informasi di BEI, disebutkan, "upaya hukum yang telah ditempuh oleh Sean William Henley adalah menyelesaikan kewajiban kepada para kreditor yang telah diputus dalam putusan perkara PKPU, dengan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dijelaskan pada lampiran surat dari kuasa hukum nomor Ref_19/HD/LTR/XI/2020."


Hide Ads